Jakarta (pilar.id) – Dalam beberapa waktu terakhir, banyak tragedi kemanusiaan yang menyebabkan ratusan korban jiwa meninggal dunia akibat berdesak-desakan sehingga mengakibatkan gagal nafas.
Gagal nafas akibat berdesak-desakan tersebut, selain terjadi di Tragedi Kanjuruhan, juga terjadi di Itaewon, Korea Selatan beberapa waktu lalu saat perayaan Halloween. Ketika menghadapi kondisi gagal nafas tersebut, penting untuk orang di sekitar bisa memberikan pertolongan pertama.
Panduan cara memberikan PCR atau cardiopulmonary resuscitation disampaikan oleh Dosen Fakultas Kedokteran Ubaya, dr. Ardyan Prima Wardhana, Sp.An, untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat bagaimana cara memberikan pertolongan pertama kepada orang yang henti nafas atau henti jantung.
Dimulai dari, korban harus dipindahkan ke lingkungan yang memiliki udara bebas, jauh dari keramaian, dan dibaringkan di permukaan datar.
“penyebab kematian akibat kerumunan massa adalah himpitan pada ruangan yang sempit dan tertutup. Ketika manusia terhimpit, dia seperti orang tercekik dan tidak bisa bernapas dan lemas, sehingga pingsan akibat kekurangan oksigen. Kalau dibiarkan dalam waktu lama dapat berujung ke kematian,” paparnya.
Selanjutnya, segera lakukan pengecekan respon terhadap orang yang ditolong, seperti jalan napas dan napas korban, yaitu dengan mengangkat dagu pasien, lalu dengarkan hembusan napas yang keluar dari hidung atau mulutnya.
“Adanya hembusan napas juga dapat terlihat dari dada atau perut pasien yang terangkat. Bila tidak ada hembusan napas dalam 5-10 detik, maka perlu segera mencari bantuan medis,” lanjutnya.
Sembari menunggu tenaga medis datang, penolong harus segera melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR), karena hal tersebut dapat memperbesar peluang keselamatan pasien.
Walau CPR bersifat sebagai pertolongan pertama, namun bagi dokter Ardyan, masyarakat perlu memahami cara CPR agar dapat menyelamatkan nyawa orang lain di tengah kondisi darurat.
Adapun tahapan CPR yang harus benar dilakukan, yaitu letakan pangkal telapak tangan dominan bagian bawah di tengah dada lalu kunci dengan jemari tangan lainnya.
“Secara spesifik, untuk pria letaknya di pertemuan garis yang menghubungkan puting susu dengan tengah dada. Sedangkan untuk wanita, ditarik garis lurus dari pangkal ketiak ke tengah dada,” jabarnya.
Setelah itu, beri pijatan jantung sebanyak 30 kali dengan kecepatan 100 kali per menit, atau sekitar 3-4 tekanan setiap 2 detik. Tangan harus lurus dengan bahu dan sejajar dengan tangan. Ketika melakukan kompresi, badan harus condong ke pasien dan gerakannya dari panggul untuk mengurangi rasa lelah.
Lanjut memberikan napas buatan dengan cara menjepit hidung pasien lalu meniupkan udara dari mulut sebanyak dua kali. Teknik dikatakan tepat apabila dada pasien terangkat saat diberikan napas buatan.
“Ulangi kembali pemberian CPR dengan perbandingan 30 pijat jantung, disertai 2 napas buatan,” sebutnya.
Meski telah mengetahui ilmunya, Dokter spesialis anastesi itu mengatakan bila dalam prakteknya sering terjadi kesalahan, seperti kecepatan pijat jantung yang terburu-buru, sehingga melebihi dari yang dibutuhkan.
“Ada penolong yang enggan memberikan bantuan napas dari mulut ke mulut. Bila seperti itu, penolong harus tetap menolong dengan pijat jantung daripada tidak sama sekali,” pesannya.
Jika pasien sudah mulai bernapas atau ada instruksi dari tim medis untuk berhenti, maka CPR boleh dihentikan
“Yang perlu diingat CPR hanya sebagai pertolongan pertama. Bantuan kepada pasien bisa jadi sia-sia bila tidak ada bantuan medis yang segera datang,” tegasnya. (jel/fat)