Jakarta (pilar.id) – Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nur Komaria menyatakan, besarnya porsi usaha, mikro, kecil, dan menengah, (UMKM) di Indonesia juga diharapkan mampu berperan lebih besar untuk mendukung perekonomian Indonesia khususnya kontribusi untuk produk domestik bruto (PDB), lapangan kerja, hingga mengurangi kemiskinan.
Namun sayangnya, dari struktur kontribusi UMKM ke PDB mayoritas masih dari perdangangan retail yang nilai tambahnya tidak besar. Selain itu, dari struktur usaha di Indonesia, ada fenomena ‘missing middle’ berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha mikro paling banyak kotribusinya dibanding usaha kecil dan menengah.
“Untuk target kredit 30 persen di 2024 ini masih memiliki pekerjaan rumah besar. Sampai 2021 dan 2022 target rasio kredit UMKM terhadap total kredit perbankan masih 20,3 persen dan 20,9 persen ditambah lagi dengan dampak pandemi,” kata Nur kepada Pilar.id, Sabtu (22/1/2022).
Oleh sebab itu, perbankan perlu berperan besar dalam memberikan kucuran kredit untuk UMKM dengan harapan permasalahan confidence dan kelembagaan UMKM bisa teratasi.
Sejauh ini, lanjutnya, bank dan kredit usaha rakyat (KUR) banyak dikucurkan ke sektor perdagangan yang tidak memiliki nilai tambah besar. Maka, perlu pemetaan insentif untuk UMKM sektor-sektor potensial lain, seperti pariwisata, pertanian, dan pengolahan.
Kemudian harus memiliki program, tidak hanya memberikan kredit tapi juga bagaimana UMKM mampu meningkatkan kapasitasnya, menakar peluang UMKM guna mendukung hilirisasi.
“Bahkan jika perlu, perbankan menyediakan insentif atau kredit untuk UMKM yang potensi besar ekspor,” tegasnya.