Jakarta (pilar.id) – Jumlah perangkat rokok elektrik yang dijual di Amerika Serikat meningkat hampir tiga kali lipat menjadi lebih dari 9.000, meskipun Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) telah berupaya selama tiga tahun untuk membatasi penjualan rokok berperasa yang biasanya disukai oleh anak-anak.
Data penjualan yang diperoleh oleh Associated Press, seperti ditulis voaindonesia.com, menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan rokok elektrik hampir seluruhnya didorong oleh gelombang rokok sekali pakai murah yang diimpor dari China. Sebagian besar perangkat ini dijual dalam rasa buah dan permen yang menarik bagi remaja.
Meskipun secara teknis semua produk vape tersebut ilegal, namun tetap memasuki pelabuhan Amerika Serikat. Tren ini menyoroti ketidakmampuan FDA untuk mengendalikan pasar rokok elektrik yang kacau, yang sebelumnya didominasi oleh merek Juul dan perangkat rokok elektrik lainnya yang bisa diisi ulang.
Saat ini, lebih dari 5.800 produk rokok elektrik sekali pakai unik telah beredar di pasaran, dengan berbagai rasa dan campuran, naik sebesar 1.500 persen dari 365 produk pada awal tahun 2020. Pada saat yang sama, FDA secara efektif melarang semua rasa rokok elektrik berbahan dasar kartrid, kecuali mentol dan tembakau, seperti yang ditawarkan oleh merek Juul.
Perangkat yang bisa diisi ulang dikaitkan dengan lonjakan penggunaan rokok elektrik oleh anak-anak di seluruh negeri. Situasi ini mengundang keprihatinan yang serius.
Rokok Elektrik di Inggris
Di Inggris, vape telah dikaitkan dengan setidaknya lima kematian sejak tahun 2010. Meskipun tidak ada penyebab pasti yang dapat ditetapkan, namun ada kecurigaan bahwa penggunaan rokok elektrik menjadi penyebabnya. Kematian-kematian tersebut juga berkaitan dengan komplikasi kesehatan lainnya.
Tiga orang meninggal karena masalah pernapasan, salah satunya disebabkan oleh menghirup minyak atau lemak, yang merupakan konsekuensi potensial yang diketahui dari penggunaan rokok elektrik. Dua orang lainnya meninggal karena gangguan jantung, termasuk satu kasus serangan jantung. Para ahli kesehatan khawatir bahwa jumlah kematian ini hanya puncak gunung es.
Dr. Salim Khan, Kepala Departemen Kesehatan Masyarakat di Birmingham City University, menyambut baik analisis yang dilakukan oleh The Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA) karena memberikan bukti tambahan tentang potensi bahaya rokok elektrik dan penggunaan vape.
Menurutnya, data tersebut kemungkinan hanya mencerminkan sebagian kecil masalah yang sebenarnya. Untuk memahami dampak yang mungkin ditimbulkan oleh rokok elektrik dan vape terhadap kesehatan masyarakat, diperlukan pengumpulan data yang berkelanjutan dan pelaporan yang tepat.
Profesor John Britton dari Royal College of Physicians Tobacco Group menjelaskan bahwa reaksi merugikan terhadap rokok elektrik sangat jarang terjadi. Rokok elektrik memungkinkan pengguna untuk menghirup nikotin dalam bentuk uap, bukan asap.
Vape tidak membakar tembakau atau menghasilkan tar dan karbon monoksida, dua komponen paling berbahaya dari rokok konvensional. Ribuan orang di Inggris telah berhasil berhenti merokok berkat bantuan rokok elektrik atau vape, meskipun dampak penggunaan jangka panjangnya masih belum sepenuhnya dipahami.
Namun, para ahli tetap khawatir bahwa ribuan anak muda telah mengadopsi kebiasaan ini pada usia dini, yang berpotensi mengakibatkan mereka terpapar produk tiruan yang berbahaya.
Dengan semakin meningkatnya penjualan rokok elektrik dan kekhawatiran terkait potensi bahayanya, perlunya regulasi yang lebih ketat dalam memantau dan mengendalikan penggunaan rokok elektrik menjadi semakin penting. (hdl)