Surabaya (pilar.id) – Rokok elektrik, ada yang menyebut sebagai rokok elektronik, sesuai rujukan Electronic Nicotine Delivery System (ENDS), dikenal juga dengan sebutan Vapour, Vape, e-Cig, NJOY, Epuffer, blu-cig, green smoke, smoking everywhere, dan lain-lain, pertama kali diperkenalkan oleh sebuah perusahaan di Cina pada tahun 2003. Dalam waktu singkat, rokok elektrik ini menyebar ke seluruh dunia.
Tingkat penggunaan rokok elektrik mengalami peningkatan signifikan, terutama di Amerika Serikat. Pada tahun 2015, dilaporkan bahwa sekitar 3,7 persen orang dewasa di Amerika Serikat menggunakan rokok elektrik.
Tingkat penggunaan tertinggi terdapat pada kelompok usia 18-24 tahun. Dalam penggunaannya, sekitar 59 persen adalah pengguna rokok konvensional yang juga menggunakan rokok elektrik secara bersamaan (dual users), 30 persen adalah perokok, dan sekitar 11 persen adalah orang yang tidak pernah merokok.
Namun, yang paling memprihatinkan adalah penggunaan rokok elektrik di kalangan remaja. Dalam rentang waktu empat tahun, penggunaan rokok elektrik di antara siswa SMA meningkat hingga 10 kali lipat.
Pada tahun 2011, hanya sekitar 1,5 persen siswa SMA yang menggunakan rokok elektrik, namun angka tersebut naik menjadi 16 persen pada tahun 2015.
Hasil survei Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 menunjukkan bahwa minat anak-anak dan remaja terhadap rokok elektrik semakin meningkat.
Data menunjukkan bahwa proporsi pengguna rokok elektrik tertinggi terdapat pada kelompok usia 10-14 tahun sebesar 10,6 persen, diikuti oleh kelompok usia 15-19 tahun sebesar 10,5 persen, dan kelompok usia 20-24 tahun sebesar 7 persen. Bahkan, angka penggunaan rokok elektrik yang mencemaskan adalah 12,1 persen pada kelompok usia siswa sekolah.
Rokok elektrik atau vaporizer beroperasi menggunakan tenaga baterai dan tidak melibatkan pembakaran seperti rokok konvensional.
Rokok ini memanaskan larutan nikotin, perasa, propilen glikol, dan gliserin menggunakan perangkat baterai elektrik.
Uap yang dihasilkan kemudian masuk ke dalam paru-paru penggunanya. Rokok elektrik dirancang untuk menghasilkan uap yang mengandung nikotin tanpa harus membakar tembakau, namun tetap memberikan sensasi merokok.
Secara umum, rokok elektrik terdiri dari tiga elemen utama, yaitu baterai, atomizer (bagian yang memanaskan dan menguapkan larutan nikotin), dan cartridge (berisi larutan nikotin).
Dalam perkembangan teknologi terkini, bentuk rokok elektrik terus mengalami modifikasi dan modernisasi. Generasi pertama rokok elektrik adalah produk yang dapat diisi ulang dan dibuang, sedangkan sistem tangki dan personal vaporizer merupakan generasi kedua dan ketiga dari rokok elektrik.
Mengenai keamanan penggunaan rokok elektrik, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah memberikan klarifikasi bahwa rokok elektrik memiliki bahaya yang sama dengan rokok konvensional.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia juga telah menemukan adanya zat berbahaya lain dalam rokok elektrik, seperti logam, zat karbonil, dan zat-zat seperti kumarin, tadalafin, romonabant, serta serat silika.
BPOM memperingatkan masyarakat Indonesia bahwa rokok elektrik bisa jadi lebih berbahaya daripada rokok konvensional. (hdl)
Disclaimer – Berita ini disadur dari laman rsudrsoetomo.jatimprov.go.id. Artikel ini ditulis oleh Ariani Permatasari, Winariani dan Wiwin Is Effendi (Divisi Paru Kerja Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, RSUD Dr. Soetomo – FK Unair)