Surabaya (pilar.id) – Pada tahun 2009, Administrasi Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (FDA) melakukan penelitian terhadap kandungan liquid rokok elektrik dan menemukan bahwa rokok elektrik mengandung zat berbahaya, seperti Tobacco Spesific Nitrosamin (TSNA) yang bersifat toksik, dan Diethylene Glycol (DEG) yang dikenal sebagai karsinogen.
Hasil penelitian tersebut menyebabkan FDA mengeluarkan peringatan kepada masyarakat mengenai bahaya toksik dan karsinogen yang terkandung dalam rokok elektrik.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga tidak merekomendasikan penggunaan rokok elektrik sebagai pengganti nikotin (Nicotine Replacement Therapy/NRT) karena beberapa studi menunjukkan bahwa zat-zat dalam liquid rokok elektrik dapat menjadi racun dan karsinogen, sehingga tidak memenuhi standar keamanan.
Meskipun rokok elektrik memiliki manfaat dalam membantu berhenti atau mengurangi konsumsi rokok konvensional, terdapat kerugian yang perlu diperhatikan.
Salah satunya adalah kandungan liquid yang tidak aman, di mana terdapat inkonsistensi antara kadar yang tercantum pada label dengan kadar sebenarnya. Selain itu, penggunaan rokok elektrik juga dapat menimbulkan masalah adiksi nikotin, penyalahgunaan dengan memasukkan nikotin dalam jumlah berlebihan atau bahan-bahan ilegal seperti mariyuana, heroin, dan kanabis oil.
Penggunaan rokok elektrik juga berisiko menyebabkan keracunan akibat flavoring dalam liquid yang terus meningkat secara signifikan, meningkatkan risiko perokok dual use, serta membuat mantan perokok kembali merokok karena klaim bahwa rokok elektrik lebih aman.
Pada tahun 2015 hingga 2016, Kulkarni dan Malouin melaporkan 15 kasus pasien yang mengalami luka bakar akibat ledakan baterai rokok elektrik yang mengandung lithium.
Meskipun jumlah bahan kimia yang ditemukan dalam rokok elektrik lebih sedikit daripada rokok tembakau, beberapa jenis liquid vaporizer memiliki kandungan chromium dan nikel empat kali lipat lebih banyak daripada rokok tembakau.
Liquid vaporizer dan voltase baterai rokok elektrik memiliki komponen berbahaya, terutama pada alat dengan voltase tinggi, yang dapat meningkatkan risiko potensial. Berdasarkan penelitian, rokok elektrik memiliki dampak pada kesehatan paru-paru, antara lain.
- Meningkatkan peradangan pada saluran napas.
- Menyebabkan kerusakan pada sel dan epitel.
- Menurunkan sistem imunitas lokal paru-paru dan saluran napas.
- Meningkatkan hipersensitivitas saluran napas.
- Meningkatkan resistensi pada saluran napas.
- Meningkatkan risiko asma dan emfisema.
- Meningkatkan risiko kanker paru-paru.
Bahan utama dalam rokok elektrik, yaitu e-liquid, mengandung propylane glycol yang dapat menyebabkan iritasi pada mukosa saluran napas atas dan bawah. Bahan perasa (flavoring) kimia yang terdapat dalam rokok elektrik juga mengandung diacetyl yang dapat menyebabkan cedera pada saluran pernapasan.
Beberapa laporan kasus menunjukkan adanya penyakit seperti bronkiolitis subakut, nyeri dada pleuritik dengan efusi pleura bilateral, pneumonitis hipersensitif akut, dan pneumonia eosinofilik yang terkait dengan penggunaan rokok elektrik.
Salah satu zat berbahaya dalam rokok elektrik adalah diacetyl yang terkandung dalam perasa rokok elektrik. Paparan zat kimia ini dapat menyebabkan penyakit bronkiolitis obliterans, atau yang dikenal dengan sebutan popcorn lung.
Gejala yang mungkin timbul akibat paparan diacetyl meliputi batuk kering yang tidak sembuh-sembuh, sesak napas, mengi, demam, dan sakit kepala. Selain itu, paparan diacetyl juga dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata, hidung, dan tenggorokan.
Hingga November 2019, tercatat sebanyak 2.172 kasus penyakit paru-paru terkait penggunaan rokok elektrik (Vape) terjadi di Amerika Serikat dengan jumlah kematian mencapai 42 orang.
Akibat peningkatan penggunaan rokok elektrik di kalangan remaja dan anak-anak, Amerika Serikat telah menyatakan keadaan ini sebagai epidemi dan melarang peredaran rokok elektrik di beberapa negara bagian. Hal ini dilakukan untuk mencegah meningkatnya jumlah perokok dan penggunaan rokok tembakau di kalangan generasi muda.
Vaping Associated Pulmonary Injury (VAPI) adalah gangguan paru-paru yang terkait dengan penggunaan rokok elektrik dalam waktu minimal 90 hari terakhir. Gejala VAPI meliputi sesak napas, batuk, demam, nyeri dada, diare, muntah, sakit kepala, dan gangguan kesadaran.
Meskipun efek jangka panjang rokok elektrik terhadap risiko kanker belum sepenuhnya diketahui, zat-zat karsinogen seperti formaldehida dan asetaldehida telah ditemukan dalam rokok elektrik.
Temuan ini mendorong FDA untuk mengeluarkan peringatan mengenai potensi bahaya rokok elektrik. Studi preklinis menunjukkan bahwa aerosol rokok elektrik berhubungan dengan peningkatan inflamasi, stres oksidatif, gangguan pada penghalang endotelial, serta berisiko terjadinya kanker mulut dan paru-paru.
Studi lain juga menunjukkan bahwa paparan rokok elektrik dapat menyebabkan peningkatan nekrosis dan apoptosis sel, penurunan vitalitas sel, serta kerusakan DNA.
Berdasarkan sifat adiktif rokok elektrik, penelitian menunjukkan bahwa pengguna rokok elektrik dalam jangka panjang memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Williams dan rekan-rekan menemukan bahwa aerosol rokok elektrik mengandung logam seperti perak, besi, nikel, alumunium, dan silikat, serta partikel nano dengan ukuran di bawah 100 nm seperti timah, kromium, dan nikel.
Zat nanopartikel titanium dioksida yang dilepaskan oleh aerosol rokok elektrik dapat merusak DNA dengan menyebabkan kerusakan pada untaian tunggal dan lesi oksidatif pada sel A549. Logam-logam berat ini dapat terlepas dari elemen pemanas dan memiliki dampak serius pada kesehatan penggunanya.
Logam seperti timah, kromium, dan nikel (2-100 kali lebih tinggi dibandingkan rokok tembakau) berperan dalam pembentukan nanopartikel.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa aerosol rokok elektrik memiliki dampak toksikologi dan, karena ukuran partikelnya yang kecil, dapat mempengaruhi organ tubuh yang sensitif seperti paru-paru, sumsum tulang, limpa, jantung, dan sistem saraf pusat.
Pada tahun 2014, penelitian menunjukkan bahwa e-liquid berperan dalam merangsang respons inflamasi dan mengganggu sistem pertahanan alami pada sel epitel saluran napas.
Penelitian tersebut juga mengindikasikan bahwa paparan uap rokok elektrik dapat mengganggu kemampuan tubuh dalam membersihkan virus dan bakteri di paru-paru. (hdl)
Disclaimer – Berita ini disadur dari laman rsudrsoetomo.jatimprov.go.id. Artikel ini ditulis oleh Ariani Permatasari, Winariani dan Wiwin Is Effendi (Divisi Paru Kerja Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, RSUD Dr. Soetomo – FK Unair)