Semarang (pilar.id) – Curah hujan tinggi belakangan ini telah menyebabkan banjir di beberapa titik di Kota Semarang. Namun, banjir ini tidak hanya disebabkan oleh hujan saja, melainkan juga oleh beragam faktor lain yang membuat Semarang rentan terhadap banjir.
Menurut Guru Besar Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Prof. Dr.-Ing. Wiwandari Handayani, S.T., M.T., MPS, kondisi geografis dan fenomena iklim memperbesar kerentanan banjir di Semarang.
Dalam keterangannya, Prof. Wiwandari menjelaskan bahwa topografi Semarang yang berada di kawasan tinggi ke rendah, kenaikan muka laut, dan penurunan tanah akibat penggunaan air tanah yang berlebihan, semuanya memperbesar kemungkinan banjir di Kota Semarang saat cuaca ekstrem.
Menurutnya, perubahan tata guna lahan di daerah hulu akibat pembangunan yang berlebihan juga menjadi faktor penyebab banjir. “Ketika ada perubahan tata guna lahan di daerah hulu dari lahan non terbangun menjadi terbangun, akhirnya resapan air berkurang sehingga limpasan semakin deras menuju ke pesisir,” jelasnya.
Selain banjir, Kota Semarang juga perlu memperhatikan potensi longsor di kawasan perbukitan. Fenomena tanah longsor di Ngaliyan bukan hanya disebabkan oleh banjir, tapi juga pergerakan tanah akibat aktivitas lempeng tektonik di wilayah perbukitan Semarang.
Untuk mengatasi masalah banjir ini, Prof. Wiwandari menyarankan perlunya solusi yang lebih transformatif, integratif, dan komprehensif. Selama ini, solusi yang dilakukan masih banyak berkutat di hilir. Oleh karena itu, perlu adanya kolaborasi integratif dari hulu ke hilir antara Pemerintah Kota Semarang dengan institusi-institusi terkait lainnya, seperti BBWS Pemali-Juana.
Selain itu, ia juga menyarankan pembangunan pusat-pusat ekonomi baru secara bertahap untuk mengurangi beban kota-kota pesisir yang sudah kelebihan muatan.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Kota Semarang dapat mengatasi masalah banjir secara lebih efektif dan berkelanjutan. (ipl/hdl)