Jakarta (pilar.id) – Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menggunakan teknologi Electrostatic Precipitator (ESP) dan Continuous Emission Monitoring System (CEMS). Langkah ini dilakukan untuk menekan polusi udara, termasuk di Jakarta.
Dengan mengadopsi teknologi ini, menurut Direktur Utama PLN Indonesia Power (PLN IP) Edwin Nugraha Putra, emisi gas buang, termasuk partikel PM 2.5, dapat dikendalikan secara optimal.
“ESP adalah teknologi yang ramah lingkungan yang berfungsi untuk menangkap debu dari emisi gas buang dengan ukuran sangat kecil,” jelasnya.
Selain pemasangan ESP, PLN juga melakukan langkah-langkah lain seperti pemasangan Low NOx Burner dan pemilihan batubara rendah sulfur (Coal Blending) di setiap PLTU. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa emisi yang dihasilkan oleh PLTU selalu berada dalam ambang batas pemenuhan standar mutu yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 15/2019.
Tentang CEMS, Edwin menjelaskan bahwa ini adalah teknologi yang digunakan untuk memantau emisi pembangkit secara terus-menerus. Hal ini memungkinkan emisi yang keluar dari cerobong dapat dipantau secara real-time dan terjamin tidak melebihi standar mutu udara ambien yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Edwin menjelaskan prinsip kerja ESP dengan memberikan muatan negatif kepada abu hasil pembakaran melalui elektroda. Abu ini kemudian diteruskan ke kolom bermuatan positif, yang secara alami akan menarik abu tersebut. Abu akan terakumulasi dan sistem khusus akan membuat abu jatuh dan keluar dari sistem ESP. Efisiensi penyaringan abu dengan ESP mencapai 99,99%.
“Pemantauan ini dilakukan secara real-time, sehingga kualitas udara di sekitar pembangkitan listrik bisa dijamin aman dan terkendali sesuai dengan Standar Mutu Ambien yang ditetapkan oleh pemerintah,” tambahnya.
Edwin menunjukkan hasil pemantauan CEMS per 15 Agustus 2023 yang menunjukkan bahwa emisi masih berada di bawah standar mutu yang ditetapkan oleh KLHK. “Pemantauan ini bertujuan untuk memastikan operasional pembangkit listrik tetap berjalan dengan tetap menjaga lingkungan.”
Pendapat ini juga ditegaskan oleh Direktur Pengendalian Pencemaran Udara dari Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Luckmi Purwandari. Ia menjelaskan bahwa penyebab polusi bukanlah semata-mata dari PLTU.
“Sektor transportasi dan manufaktur masih menjadi sumber utama pencemaran udara di Jakarta,” ujarnya dalam diskusi mengenai Solusi Polusi Jakarta beberapa waktu lalu.
Luckmi bahkan menegaskan bahwa hasil dari rapat terbatas (ratas) terakhir menunjukkan bahwa sektor transportasi menjadi penyebab utama. “Berdasarkan data emisi dari berbagai penelitian dalam beberapa tahun terakhir, emisi dari sektor transportasi menjadi penyebab utama polusi di Jakarta, diikuti oleh industri.”
Menurut informasi, KLHK memberikan sejumlah penghargaan Proper Emas dan Proper Hijau 2 Biru kepada beberapa PLTU pada tahun 2022. Di antara PLTU yang mendapatkan penghargaan adalah PLTU Suralaya 1-7, PLTU Banten 1 Suralaya, PLTU Lontar, dan PLTU Pelabuhan Ratu. PLTU-PLTU tersebut memenuhi kebutuhan listrik di Jakarta dan sebagian Jawa Barat. (ted)