Jakarta (pilar.id) – Pengamat ekonomi dari Universitas Surakarta (UNSA), Agus Trihatmoko menilai, pada kenyataannya masyarakat di banyak tempat masih sulit mendapatkan minyak goreng bersubsidi. Masalah ketersediaan minyak goreng bersubsidi atau yang sesuai dengan harga yang dari pemerintah masih belum merata di pasar.
Meskipun minyak goreng curah mulai terdistribusi, tetapi di pusat penjualannya masih terjadi antrian dan kepadatan konsumen. Hal itu mengindikasikan memang pasokan masih belum merata untuk minyak goreng harga pemerintah.
Begitu toko yang menyediakan minyak goreng bersubsidi dibuka, konsumen berebut dan banyak yang belum kebagian. Menurut Agus, pola operasi pasar seperti yang dilakukan pemerintah selalu menuai banyak masalah.
Termasuk dalam hal administrasi keuangan di pihak produsen tentang harga yang disubsidi pemerintah. Banyak juga alokasi stok dari gudang pabrik hingga ke distributor dan konsumen, ada teknis yang tidak mudah memisahkan produk bersubsidi dan produk reguler.
“Belum lagi bagaimana proses klaim subsidi akan menjadi isu administrasi keuangan bagi pabrikan atau distributornya. Ini masalah manajemen distribusi dalam teori manajemen pemasaran, dan terkait manajemen keuangan,” kata Agus, Sabtu (5/3/2022).
Oleh karena itu, kata dia, operasi pasar seharusnya dilakukan tanpa membedakan produk harga pemerintah dan harga normal. Maka, pabrikan dan distributor atau agen tidak kebingungan dalam tata kelola dagangannya. Semua harus diperlakukan sama sekalipun memiliki konsekuensi, dana subsidi menjadi besar.
Kapasitas Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tidak sepenuhnya bertanggung jawab penuh atas kelangkaan minyak goreng. Semua kementerian yang berkaitan dengan bidang ekonomi harus terkoordinasi. Termasuk masalah uang negara, sekuat apa dan sampai kapan akan menyubsidi minyak goreng.
Sejatinya, sumber masalah harga minyak goreng ada di hulu atau up stream atau pihak principal. Harga bahan baku adalah kuncinya, sehingga subsidi bukan di produk jadi tetapi di bahan baku. Menurut dia, justru pemerintah harus mulai membenahi kebijakan dengan mempertimbangkan subsidi bahan baku minyak goreng.
“Harga pasar CPO ke depan tidak bisa dikendalikan. Di sini lah baru dapat menyelesaikan masalah harga minyak goreng komprehensif dan sinergi dengan semua pemangku kepentingan ekonomi nasional, dan dunia,” pungkasnya. (her/fat)