Jakarta (pilar.id) – AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Ketua DPD RI, mempertanyakan pernyataan Wakil Menteri I Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo, yang menyebut bahwa pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) tidak akan ditanggung oleh APBN, melainkan menjadi tanggung jawab PT KAI (Persero).
Disampaikan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/10/2023), LaNyalla menyatakan bahwa kualitas pernyataan publik dari pejabat pemerintahan harus utuh dan jelas, serta tidak mengesampingkan fakta. Dia juga menekankan pentingnya memberikan informasi yang benar kepada masyarakat tanpa merendahkan kecerdasan mereka.
LaNyalla menyoroti pernyataan Wamen BUMN yang seakan-akan menyiratkan bahwa APBN tidak akan memberikan dukungan atau intervensi terkait utang KCJB.
Namun, menurut LaNyalla, kenyataannya utang tersebut telah dijamin oleh APBN, dan PT KAI sebelumnya telah menerima Penyertaan Modal Negara (PMN) dari APBN untuk mendukung proyek tersebut.
Untuk itu LaNyalla menyarankan agar Wamen BUMN lebih cermat dalam mengkaji Peraturan Presiden Nomor 93/2021 yang mengizinkan pendanaan untuk KCJB menggunakan APBN.
Dia juga mengingatkan untuk memeriksa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/2023 yang mengatur pemerintah untuk menjamin pembayaran utang proyek KCJB. Ini menunjukkan bahwa pintu APBN tetap terbuka bagi PT KAI jika cash flow perusahaan tersebut dalam kondisi kritis.
Lebih lanjut, LaNyalla menyebut bahwa PT KAI adalah salah satu BUMN yang secara berkala menerima tambahan dana dari APBN melalui PMN. Bahkan pada tahun 2022, PT KAI menerima PMN sebesar Rp 3,2 triliun yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 62/2022 tentang Penambahan PMN RI ke Dalam Modal Saham KAI pada tanggal 31 Desember 2022.
LaNyalla juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, PT KAI akan kembali masuk dalam daftar BUMN yang mengajukan permohonan PMN, termasuk permohonan sebesar Rp 2 triliun untuk pengadaan Kereta Rel Listrik (KRL) yang dioperasikan oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI).
Senator dari Jawa Timur ini juga mengklarifikasi peran PMN, yang selain meningkatkan nilai aset BUMN, juga dapat memberikan keuntungan bagi negara melalui dividen. Namun, ia menegaskan bahwa PMN juga bisa digunakan untuk menyelamatkan BUMN dari risiko kebangkrutan dan menjaga keterlibatan BUMN dengan pihak ketiga.
LaNyalla mengingatkan bahwa proses penyuntikan PMN kepada BUMN, terutama BUMN yang bergerak di bidang pembangunan, seringkali terjadi dan dapat ditemukan dalam daftar BUMN penerima PMN dari tahun ke tahun.
Dalam konteks ini, LaNyalla menyuarakan pentingnya transparansi dan keterbukaan dalam menyampaikan informasi kepada publik terkait utang dan PMN yang melibatkan BUMN, terutama dalam proyek-proyek besar seperti KCJB. Dengan demikian, masyarakat dapat memahami dengan baik peran pemerintah dan BUMN dalam pengelolaan proyek-proyek tersebut. (hdl)