Surabaya (pilar.id) – Di tengah transisi dari aktivitas luring ke platform digital, Boby Noviarto Pribadi, seorang fotografer dan desainer grafis, memilih untuk mendokumentasikan jejak penanaman nilai-nilai dasar Pancasila pada artefak tugu sebagai upaya otentik.
Boby, yang lahir di Jombang dan pernah menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi AWS, mulai mengembangkan gagasan tersebut dan mengumpulkan foto-foto dari berbagai tugu Pancasila sejak tahun 2018.
“Awalnya, ini adalah pekerjaan sederhana untuk menelusuri lokasi tugu Pancasila, namun ternyata menjadi tantangan terbesar bagi saya karena minimnya data atau informasi tentang lokasi tepat dari tugu-tugu Pancasila ini,” jelasnya.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Boby harus melakukan perjalanan singkat ke kota-kota terdekat di sekitar tempat tinggalnya di Madiun.
Melalui kerja sama dengan Mamuk Ismuntoro, fotografer dan penulis buku foto Tanah Yang Hilang, buku foto Mencari Pancasila berhasil diselesaikan pada tahun 2023, dan diluncurkan di Kedai Rejo, Surabaya, Senin (19/6/2023).
Mamuk Ismuntoro, editor buku ini, menyatakan bahwa dalam era migrasi dari offline ke online seperti sekarang, proyek pendokumentasian tugu Pancasila ini sangat menarik dan relevan.
“Kita semua menyadari bahwa dasar negara ini sering kali dijadikan komoditas atau klaim tentang siapa yang paling Pancasila dan nasionalis. Namun, pengakuan ideologi ini telah tertanam secara konkret di dinding-dinding tugu sejak zaman nenek moyang kita, baik di kota maupun di desa,” jelas pendiri Matanesia dan alumnus Stikosa AWS ini.
Lebih lanjut, Mamuk Ismuntoro menambahkan bahwa keberadaan tugu Pancasila sebagai penanda zaman tidak ada yang dapat menjamin kelangsungan dari waktu ke waktu.
“Oleh karena itu, upaya pendokumentasian seperti yang dilakukan dalam proyek buku ini adalah cara bagi para fotografer untuk menyumbangkan pengetahuan dan gagasan yang akan bermanfaat dalam mengidentifikasi masa lalu dan memberikan pijakan untuk masa depan sebuah bangsa. Ini lebih dari sekadar fotografi sebagai perayaan estetika,” tutupnya. (hdl)