Jakarta (pilar.id) – Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) merupakan koalisi partai politik yang paling dulu terbentuk semenjak diumumkannya pelaksanaan Pemilihan Umum 2024. Koalisi yang dinilai cukup dekat dengan Istana tersebut, terbentuk atas kerja sama dari tiga partai yakni, Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Paratai Amanat Nasional (PAN).
Meski menjadi yang pertama dalam pembentukan koalisi partai politik untuk pemenangan Pemilu 2024 namun, KIB justru cukup lambat dalam penentuan calon presiden yang akan mereka usung di pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Berbeda dengan Partai Nasdem yang sudah dengan gamblang mengusung Anies Baswedan. Sebagaimana Koalisi Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang akan mengusung Prabowo Suianto sebagai Capres untuk Pemilu 2024.
Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio mengatakan, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) merupakan koalisi yang dibentuk atas arahan Istana.
“(KIB) yang sering saya sebut sebagai koalisi penyelamat Ganjar, ya,” kata Hendri, di Jakarta, Sabtu (29/10/2022).
Dia menjelaskan yang dimaksud dengan arahan Istana, karena pada saat terbentuk merasa bangga dan telah melaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membentuk koalisi. Terlebih, ketiga pentolan partai tersebut saat ini menjadi menteri di Kabinet Indonesia Maju (KIM) pimpinan Jokowi.
“Pak Jokowi pun tidak merasa ada perpecahan dengan adanya koalisi itu. Padahal kan itu koalisi di dalam koalisi,” kata dia.
Menariknya, Hendri mengungkapkan selama puluhan tahun Partai Golkar dan PPP saling bertarung untuk berebut konstituen. Sementara, kehadiran PAN pada awalnya memiliki semangat untuk ‘membubarkan’ Partai Golkar.
“Kemudian tiga partai ini digabung untuk bekerja sama, ini kan lucu banget secara konstituen atau pendukung mereka pasti nggak bisa jadi satu,” kata Hendri.
Fenomena menarik lainnya, PPP yang selama ini berada di lingkaran Istana terus mengalami penurunan elektabilitas. Hendri menyebut, PPP mengalami penurunan suara hingga 4,5 persen.
Untuk diketahui, PPP sendiri pada pemilu 2019 hanya memperoleh 4,52 persen suara atau 19 kursi di DPR RI. Dengan demikian, pemilu 2019 menempatkan PPP berada di urutan paling buncit atau paling sedikit mendapatkan kursi di parlemen.
“Kemungkinan besar PPP ini akan menjadi partai politik Orde Baru pertama yang nggak lolos ke Senayan,” kata dia.
Dengan perolehan suara paling buncit tersebut, menurut Hendri apabila PPP tetap memaksakan diri untuk mengusung Airlangga Hartarto dipastikan akan kocar-kacir. Bahkan, meskipun PPP harus mendukung Ganjar Pranonowo – Airlangga pun masih dirasa sulit untuk meraih kursi DPR RI.
“Artinya kalau PPP tidak mempertimbangkan konstituennya untuk bergerak ke capres yang dia sukai, maka sangat mungkin dia menjadi partai politik Orde Baru pertama yang tidak lolos ke Senayan,” kata dia. (ach/fat)