Jakarta (pilar.id) – Gunung Anak Krakatau terletak di Selat Sunda, antara Pulau Jawa dan Sumatra di Indonesia. Secara geografis, koordinat lokasi Gunung Anak Krakatau adalah sekitar 6.102° LS dan 105.423° BT.
Gunung anakan ini terletak di dekat Selat Sunda, yang merupakan jalur perairan yang sangat penting bagi pelayaran internasional antara Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan.
Gunung Anak Krakatau terbentuk sebagai hasil dari letusan dahsyat Gunung Krakatau pada tahun 1883. Letusan gunung ini dianggap sebagai salah satu letusan gunung berapi paling dahsyat dalam sejarah manusia modern.
Letusan tersebut menghasilkan suara letusan yang terdengar di seluruh dunia dan disebut sebagai salah satu suara terdahsyat yang pernah tercatat.
Karena letusan Gunung Krakatau 1883 memunculkan gelombang tsunami yang sangat besar dan merusak, hingga menyebar di seluruh Samudera Hindia, mencapai ketinggian lebih dari 30 meter di beberapa tempat. Diperkirakan lebih dari 36 ribu orang tewas akibat tsunami tersebut.
Selain itu letusan Krakatau jika menghasilkan awan panas yang sangat panas dan bergerak dengan kecepatan tinggi. Awan panas tersebut menyebar ke arah laut dan merusak kapal-kapal yang melintas di dekat sana. Dampak lain adalah asap dan debu vulkanik yang menyebar di seluruh dunia.
Asap dan debu tersebut menyebabkan perubahan cuaca yang signifikan di beberapa wilayah dunia, serta mengganggu lalu lintas udara dan pelayaran. Sementara ledakan kawah membuat bagian gunung hancur, dan kawah baru terbentuk di tengah laut.
Akibat letusan tersebut, Gunung Krakatau menyusut drastis dan ketinggiannya turun sekitar 1.000 meter. Setelah letusan tersebut, beberapa pulau baru muncul di sekitar lokasi Gunung Krakatau, termasuk Pulau Anak Krakatau yang terus aktif hingga saat ini.
Pada tahun 1927, aktivitas vulkanik gunung ini meningkat. Sejumlah letusan kecil menghasilkan awan abu dan batu vulkanik. Dalam beberapa tahun berikutnya, pulau kecil mulai muncul di tengah kawah dan terus tumbuh dengan letusan vulkanik.
Tahun 1950-an, gunung anakan ini sudah mencapai ketinggian sekitar 150 meter di atas permukaan laut. Sejak itu, gunung tersebut terus menunjukkan aktivitas vulkanik dan telah meletus beberapa kali, termasuk letusan besar pada tahun 2018 yang menyebabkan kerusakan dan korban jiwa.
Destinasi Wisata
Sebelum terjadinya letusan besar pada tahun 2018 yang menyebabkan kerusakan dan korban jiwa, Gunung Anak Krakatau memang menjadi salah satu destinasi wisata populer di Indonesia. Sejumlah wisatawan tertarik untuk mendaki gunung ini dan menikmati pemandangan yang spektakuler dari puncaknya.
Namun, setelah letusan pada tahun 2018, status Gunung Anak Krakatau berubah menjadi sangat aktif dan berbahaya. Pihak berwenang di Indonesia memutuskan untuk menutup pulau dan sekitarnya untuk kepentingan keselamatan.
Saat ini, wisata ke Gunung Anak Krakatau tidak diperbolehkan dan kawasan sekitarnya hanya dapat diakses oleh para ilmuwan, pihak berwenang, dan tim evakuasi jika diperlukan.
Namun, wisatawan masih dapat menikmati pemandangan Gunung Anak Krakatau dari kejauhan, seperti dari pesisir Pantai Carita di Banten atau Pulau Sebesi di Lampung.
Selain itu, beberapa operator tur masih menawarkan wisata bahari untuk melihat Gunung Anak Krakatau dari kapal, meskipun dengan jarak yang aman dari kawasan aktivitas vulkanik. Namun, wisatawan harus selalu memperhatikan peringatan dan anjuran dari pihak berwenang terkait dengan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau.
Dampak Letusan
Setiap orang tentu berharap agar Gunung Anak Krakatau tidak meletus. Karena jika terjadi, belajar dari letusan 2018, dampaknya bisa menyebabkan tsunami yang mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa di sekitar Selat Sunda.
Selain itu, letusan Gunung Anak Krakatau juga dapat menyebabkan awan panas, letusan piroklastik, abu vulkanik, gas beracun, dan lahar (aliran lumpur vulkanik).
Dampak letusan Gunung Anak Krakatau juga dapat mempengaruhi aktivitas transportasi dan perjalanan, seperti penutupan bandara dan pelabuhan, serta kerusakan pada infrastruktur dan bangunan.
Selain itu, letusan Gunung Anak Krakatau dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat dan lingkungan sekitar, seperti meningkatnya risiko gangguan pernapasan, pencemaran air dan tanah, serta kerusakan pada ekosistem dan pertanian. (hdl, dari berbagai sumber)