Jakarta (pilar.id) – Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia, Ajib Hamdani mengapresiasi capaian pajak Indonesia tahun 2021.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, per ada 26 Desember 2021, telah mencapai penerimaan pajak sebesar Rp1.231,87 triliun. Pencapaian ini ekuivalen dengan 100,19 persen dari target awal sebesar Rp1.229,6 triliun.
“Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bilang, tahun 2021 ini menjadi tahun yang bersejarah bagi Republik Indonesia. Sepakat dengan hal ini, karena merunut data ke belakang, terakhir overtarget ini tercapai pada 13 tahun yang lalu, yang mana tercapai pajak sebesar 106,8 persen pada tahun 2008,” kata Ajib di Jakarta, Selasa (28/12/2021).
Maka, hal ini sebuah pencapaian akhir tahun yang sangat positif, untuk menatap tahun 2022 yang penuh tantangan. Target penerimaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp1.846,1 triliun akan ditopang lebih dari 81 persen dari penerimaan pajak, dengan target Rp1.510 triliun.
Untuk bisa mendongkrak kinerja di tahun yang penuh tantangan ini, Ditjen Pajak sudah dibekali dengan UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam UU HPP ini diberikan ruang untuk intensifikasi dan ekstensifikasi dengan penambahan objek dan peningkatan tarif, seperti halnya dalam ketentuan baru atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) menjadi program tambahan yang bisa mendorong penerimaan lebih optimal di tahun 2022 nanti. Karena program PPS ini menjadi program yang ditunggu para wajib pajak untuk bisa mengungkapkan harta-harta yang sebelumnya tidak tercatat di SPT pajaknya, dengan tarif yang lebih murah.
Instrumen UU HPP ini menjadi daya dukung positif terhadap effort otoritas untuk kembali bisa mengulang kesuksesan tahun ini untuk tahun 2022 nanti. “Dengan asumsi makro lain inflasi sebesar 3 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, target pajak 2022 relatif achievable,” kata dia.
Satu-satunya yang menjadi tantangan dalam upaya pengumpulan pajak adalah tentang integrasi data dan penguatan lembaga ororitas. Dengan asas perpajakan yang dianut di Indonesia dengan self assessment, maka kunci pencapaian penerimaan adalah efektivitas edukasi dan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas.
Sebab, kata Ajib, wajib pajak melakukan penghitungan pajaknya sendiri, menyetor, kemudian melaporkan ke kantor pajak. Fungsi dari kantor pajak adalah melakukan pengawasan atas pelaksanaan kewajiban para wajib pajak tersebut.
Integrasi data yang valid bisa menjadi instrumen yang sangat efektif untuk melakukan pengawasan ini. Direktorat Jenderal Pajak, dengan struktur 34 Kantor Wilayah, 4 KPP Wajib Pajak Besar, 9 KPP Khusus, 38 KPP Madya, 301 KPP Pratama, dan 204 KP2KP, adalah struktur organisasi yang sangat kuat.
Selanjutnya bagaimana struktur yang ada ini, dibekali dengan penguatan membuat regulasi dan eksekusi di lapangan.
Ajib menilai, tahun 2022 menjadi tahun yang penuh tantangan, tetapi ketika pemerintah konsisten dengan komitmen membangun integrasi data yang valid dan penguatan kelembagaan atas Ditjen Pajak.
“Sejarah kesuksesan pencapaian tahun 2021 ini akan kembali berlanjut di tahun 2022 dan menjadi momentum strategis ekonomi bisa bangkit pasca pandemi,” pungkasnya.