Jakarta (pilar.id) – Pemerintah menyatakan, penerapan digitalisasi dalam Pemilu sangat mungkin dilakukan. Sudah banyak negara yang mulai menerapkan e-voting. Namun, saat ini sepertinya lebih dibutuhkan teknologi digital saat penghitungan suara atau rekapitulasi.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, penggunaan teknologi dalam pemilu memang tidak dapat dihindari.
Tetapi, kata Khoirunnisa, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan teknologi apa yang mau kita gunakan dalam pemilu Indonesia. Teknologi itu juga harus dipandang sebagai instrumen pemilu yang dapat dijadikan solusi atas permasalahan dalam pemilu di Tanah Air.
Saat ini, dia menilai bahwa permasalahan dalam pemilu di Indonesia lebih banyak terjadi pada tahapan rekapitulasi penghitungan suara. Karena pada tahapan ini, masih dilakukan secara manual dan berjenjang dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) hingga pusat.
“Di sinilah ruang adanya kecurangan, ada potensi suara diperjual belikan atau digeser2, sementara di sisi tahapan pemungutan suara relatif tidak ada masalah,” kata Khoirunnisa, Kamis (24/3/2022).
Oleh sebab itu, lanjutnya, yang lebih dibutuhkan adalah instrumen teknologi adalah pada tahapan penghitungan suaranya. Apalagi untuk Pemilu 2024, tidak ada revisi UU Pemilu dan di UU Pemilu di Tanah Air tidak ada pasal mengenai penggunaan teknologi.
Hal yang paling krusial dalam penggunaan teknologi saat pemilu adalah bagaimana dapat mendapatkan kepercayaan masyarakat, keamanan siber dari teknologi yang akan digunakan. “Akreditasi dari intrumen teknologi tersebut,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate menilai, penyelenggaraan Pemilu 2024 menjadi momentum untuk menghasilkan pemimpin masa depan Indonesia dengan komitmen digitalisasi Indonesia. Menurut Menkominfo, digitalisasi dalam Pemilu sangat mungkin dilakukan karena sudah banyak negara yang sudah mulai menerapkan e-voting.
“Pengadopsian teknologi digital dalam giat Pemilu memiliki manfaat untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam proses kontestasi politik yang legitimate baik dalam tahapan pemilih, verifikasi identitas pemilih, pemungutan suara, penghitungan suara hingga transmisi dan tabulasi hasil pemilu,” ungkap Johnny.
Johnny menyontohkan negara Baltik di Eropa Utara, Estonia yang menjadi negara terdepan di dunia karena keberhasilan mengadopsi pemungutan suara secara digital.
Melalui pemungutan suara online yang bebas, adil dan aman, serta melalui sistem e-vote atau internet voting. Estonia telah melaksanakannya sejak tahun 2005 dan ini telah memiliki sistem pemilihan umum digital di tingkat kota, negara dan di tingkat Uni Eropa yang telah digunakan oleh 46,7 persen penduduk. Jadi bukan baru, termasuk KPU ini sudah lama juga menyiapkannya.
Dia menyatakan, digitalisasi tahapan pemilu juga tengah berlangsung di India. Menurutnya, Komisi Pemilihan Umum negara dengan populasi penduduk kedua terbesar di dunia itu bekerja sama dengan salah satu perguruan tinggi tengah mengembangkan teknologi blokchain. (her/din)