Palembang (pilar.id) – Seorang siswa di salah satu SMP swasta di Kota Palembang kini menjalani perawatan intensif setelah melakukan operasi usus buntu pada 7 Januari 2022. Pihak keluarga menyatakan bahwa kondisi sakit yang diderita H, 15 tahun adalah akibat dari tindak kekerasan yang ia terima di sekolah.
Tepatnya, kelerasan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah SMP tempatnya belajar yang terletak di Jalan Kadir Tkr Kelurahan 36 Ilir, Kecamatan Gandus. Menerima laporan dari pihak keluarga korban tersebut, Dinas Pendidikan Kota Palembang, Sumatera Selatan pun segera melakukan tindak lanjut.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Palembang Ahmad Zulinto di Palembang, Sabtu (11/2/2022), mengatakan pihaknya telah menghubungi kepala sekolah bersangkutan. Menurut Zulinto, F selaku kepala SMP mengaku tidak ada kekerasan yang ia lakukan terhadap seorang anak murid tersebut.
Meskipun F membenarkan, kata Zulinto, dirinya pernah memberi hukuman berupa push-up kepada H pada November 2021 karena yang bersangkutan itu terlambat masuk sekolah.
“Saya minta dijelaskan bagaimana peristiwanya. Kemudian F mengakui dia (H) di push-up tapi itu tidak ada kekerasan (kontak fisik),” kata dia saat dihubungi melalui saluran telepon di Palembang. Informasinya saat ini H mengalami sakit usus buntu dan dioperasi sejak bulan Januari.
Sekalipun demikian, ia meminta, pihak rumah sakit harus menjelaskan hasil pemeriksaan medisnya untuk dapat diketahui lebih jauh apakah sakit yang diderita H itu berkesinambungan dengan dugaan kekerasan. Sehingga peristiwa dugaan ini dapat ditengahi secara jernih jangan sampai ada kekeliruan khususnya di ruang publik.
“Apakah itu kekerasan juga belum bisa dipastikan, yang menyatakan itu harusnya kepolisian. Pihak sekolah sudah menjawab itu tidak benar, namun kalau memang ada keberatan dari keluarga ke mana mereka harus menyampaikan. Sampaikanlah dengan aturan yang ada,” imbuhnya
Menurut Zulinto, terlepas dari hal tersebut ia meminta kepada pihak sekolah untuk memperhatikan anak muridnya yang sakit tersebut.
“Sebab yang pasti ada anak didik yang sakit. Saya minta sekolah untuk memperhatikan anak didiknya yang sakit itu,” kata dia.
Sementara itu Kepala Sekolah F melalui penasihat hukumnya Septalia Furwani mengatakan, saat itu pada 16 November 2021, H diberi hukuman push-up sebanyak 10 kali bersama dengan beberapa rekannya yang lain. Karena posisi tubuhnya salah maka F berusaha meluruskannya dengan cara ditekan menggunakan kaki pada bagian pantatnya H sehingga push-up-nya menjadi sempurna.
“Itu pun dengan perhitungan bukan maksud lain, ya,” kata dia.
Setelah mendapatkan hukuman push-up itu, lanjutnya, kondisi H sehat dan mengikuti pembelajaran dengan baik bahkan ujian sekolah diselesaikannya. Kemudian beberapa waktu berselang tepatnya pada 7 Januari 2022, H dikabarkan sakit dan melakukan tindakan operasi usus buntu.
“Jadi melihat rentang waktu saat pemberian hukuman sampai ia dirawat, kemudian, penyakit yang diderita itu, bagaimana mungkin bisa dikatakan sakitnya itu adalah akibat kekerasan atau penganiayaan,” kata dia.
Kendati demikian, ia memastikan, bahwa pihaknya sangat terbuka untuk menengahi dugaan tersebut, sekaligus bakal koperatif apabila pihak keluarga merasa harus memprosesnya secara hukum nantinya.
“Sampai saat ini belum ada pelaporan. Kami pasif saja, namun akan koperatif bila memang keluarga melapor ke polisi, yang jelas tidak ada korelasinya antara usus buntu dengan tindakan dari belakang itu,” ujarnya. (lin/fat/antara)