Surabaya (pilar.id) – Kasus kekerasan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) yang tinggal di Shelter Anak Gayungan, Kota Surabaya memasuki tahap baru.
Polrestabes Surabaya telah menetapkan tiga anggota Linmas Surabaya sebagai tersangka tindak penganiayaan dan kekerasan pada anak.
Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya, AKP Wardi Waluyo menjelaskan bahwa penetapan tiga tersangka tersebut diputuskan usai adanya serangkaian penyelidikan.
Sebelumnya pelaku kekerasan yang dilaporkan ke Polrestabes Surabaya hanya satu orang saja yakni pelaku berinisial B. Namun, dalam proses penyelidikan ditemukan fakta baru.
Bahwa, tindak kekerasan yang terjadi di Shelter Anak Gayungan tidak hanya dilakukan oleh pelaku B tetapi juga oleh dua orang lainnya yang saat ini ikut ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya adalah PA, 33 tahun dan IM, 43 tahun.
“Sudah ditingkatkan status tersangka, ada dua orang lain tapi melakukannya tidak di saat yang bersamaan. Berbeda-beda (waktu),” kata Wardi, Jumat (10/3/2023).
Penetapan tiga tersangka tersebut usai polisi memeriksa tujuh saksi yang terdiri dari terlapor, korban, hingga sejumlah orang yang bekerja di shelter anak Gayungan. “Masih ada beberapa yang perlu kita dalami termasuk pengakuan tersangka yang mengoles mata korban dengan obat mata dan bukan balsem. Nanti kita kroscek lagi,” imbuh Wardi.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka dijerat dengan pasal 80 UU RI No. 35 tahun 2004 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 dengan ancaman pidana 3 tahun penjara.
Terungkapnya kasus kekerasan dan penganiayaan di Shelter Anak Gayungan ini bermula dari laporan yang dilakukan oleh seorang ibu di Karangpilang.
Ibu tersebut melaporkan aksi kekerasan yang dialami oleh putranya saat berada di Selter Anak Gayungan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Rabu (1/3/2023) ke pihak kepolisian. Aksi kekerasan tersebut diduga dilakukan oleh petugas jaga berbaju linmas berinisial BG.
Sulkhan Alif, Ketua Surabaya Children Crisis (SCCC) yang ikut mendampingi korban mengatakan jika aksi kekerasan tersebut diakui oleh korban terjadi setelah korban yang juga menyandang status anak berhadapan dengan hukum (ABH) dititipkan ke Selter Anak Gayungan karena masalah curanmor.
“Pengakuan anak ini, dipukul bagian mata kirinya hingga ada luka dibawah mata dan sempat mata kanannya dibalsem dengan alesan ruqyah, selain itu korban disuruh untuk merayap hingga tangannya luka,” ujar Alif.
Dari keterangan korban, aksi kekerasan di Selter Anak Gayungsari milik Pemkot Surabaya tersebut terjadi pada Selasa (28/02/2023) sekitar jam 10 pagi.
BG yang mengaku sebagai petugas jaga menggunakan baju linmas berwarna hitam saat itu menawari sebatang rokok kepada korban. Namun, korban menolak karena aturan di Selter Anak Gayungan tidak memperbolehkan anak-anak merokok.
“Namun tetap dipaksa oleh terlapor BG. Sehingga diambil rokoknya oleh korban. Usai diambil, korban ini ditampar hingga ada luka. Jadi seperti dijebak sama BG ini,” imbuh Alif. (fat)