Jakarta (pilar.id) – Peneliti senior Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Fajar B. Hirawan, mengakui bahwa sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berkontribusi pada PDB di atas 60 persen. Sedangkan di sektor ketenagakerjaan, UMKM menyumbang lebih dari 90 persen.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa karakteristik sektor UMKM di Indonesia, khususnya mikro dan kecil masih terkategorisasi sebagai sektor informal. Maka dari itu, dia menilai, formalisasi sektor UMKM menjadi sangat penting.
“Selain itu beberapa aspek lain seperti akses kredit atau pembiayaan, sumber daya manusia (SDM) yang lebih terampil, serta kapasitas UMKM dalam hal adopsi/adaptasi teknologi digital perlu menjadi prioritas perbaikan sektor ini,” kata Fajar, Rabu (23/3/2022).
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Media Wahyudi Askar mengatakan, saat ini ada sekitar 62 juta UMKM, dan 61,5 juta diantaranya adalah usaha mikro. Faktanya, sebagian besar usaha rakyat didominasi oleh usaha kecil yang saat ini membutuhkan dukungan dari pemerintah.
Sebagian besar usaha mikro didominasi oleh perempuan serta usaha kecil dengan penghasilan di bawah Rp2 juta per bulannya. Memberdayakan usaha mikro berarti menggerakkan ekonomi perempuan dan masyarakat rentan.
“Mereka mengharapkan dukungan secara intensif dari pemerintah tidak hanya dalam hal kredit tetapi juga akses terhadap pasar,” kata Wahyudi.
Menurutnya, pemerintah harus memberikan stimulus kepada ekonomi kerakyatan atau UMKM. Stimulus yang diberikan pemerintah kepada UMKM akan mampu memberikan nafas panjang kelangsungan berusaha, terlebih di saat pandemi.
Dia khawatir, apabila stimulus ekonomi hanya ditujukan pada usaha skala menengah dan besar, maka akan menciptakan jurang ketimpangan yang semakin dalam. “Karena sumber daya tidak terdistribusi secara merata dan hanya menyasar pada kelompok, sektor atau wilayah tertentu,” tegasnya. (her/fat)