Jakarta (pilar.id) – Pers yang independen, profesional, merdeka, dan beragam, penting untuk menjaga akuntabilitas kekuasaan.
Hal ini disampaikan Ana Lomtadze, Program Specialist, Unit Komunikasi dan Informasi UNESCO Jakarta, saat berbicara di depan seminar ‘Jurnalisme di Bawah Kepungan Digital’ (Journalism Under Digital Siege) di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (9/12/2022).
Selain untuk menjaga akuntabilitas kekuasaan, kata Ana, pers yang memenuhi prasyarat ini juga berpeluang untuk memberikan ruang bersuara bagi kelompok marjinal, sekaligus mengkontekstualisasi tantangan nasional dan global.
Dalam seminar yang diselenggarakan untuk memperingati World Press Freedom Day (WPFD) sekaligus jadi rangkaian Hari Hak Asasi Manusia (HAM) 2022 itu ia juga mengingatkan tentang perkembangan teknologi yang memang diakui mengembangkan demokratisasi pemberitaan dan cara membangun relasi dengan pembaca.
“Sisi lain teknologi juga memfasilitasi bentuk baru kekerasan dan serangan terhadap jurnalis, selain memunculkan tantangan bagi bisnis media, dan juga tempat penyebaran konten berbahaya,” ujarnya.
Ana menambahkan UNESCO percaya perkembangan teknologi perlu memberikan penghormatan pada pada freedom of expression, privasi, dan keselamatan jurnalis.
“Platform social media perlu melakukan sesuatu lebih kuat lagi untuk mengatasi sebaran disinformasi, ujaran kebencian dan tetap memberikan perlindungan pada kebebasan berekspresi,” katanya.
Narasumber lain, Atnike Sugiro, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyampaikan kebebasan berekspresi, termasuk di dalamnya kebebasan pers merupakan salah satu hak yang penting dan mendukung hak-hak lain.
“Jurnalis merupakan bagian dari pembela hak asasi manusia yang saat ini mengalami dampak dari disrupsi teknologi,” ujarnya.
Senada dengan Ana, Atnike juga mengatakan, teknologi memberi ruang media digital tumbuh subur. Tetapi hal ini tidak diikuti dengan kualitas pemberitaan tapi sekedar mengejar klik atau pembaca.
“Jurnalisme di era cengkaraman digital juga mengalami tekanan. Ketika media tidak bisa menjaga integritas, mendorong demokrasi lebih baik sebaliknya menyebarkan disinformasi merupakan dampak negatif dari disrupsi teknologi,” katanya.
Ana dan Atnike adalah dua narasumber yang hadir dalam seminar UNESCO Jakarta, berkolaborasi dengan Komnas HAM RI dan LBH Pers.
Seminar ini membahas tentang tantangan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers di era digital. Bahasan utamanya menjadi refleksi atas tantangan keberlanjutan peran media untuk memenuhi kepentingan publik terkait informasi.
Pada sesi khusus, Komnas HAM melakukan sosialisasi Standar Norma Pengaturan (SNP) tentang Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi yang dirumuskan Komnas HAM.
Diskusi ini diselenggarakan secara hybrid dengan sistem offline di Auditorium Lantai 2 Perpustakaan Nasional dan online melalui Zoom Meeting dan YouTube media partner @BeritaKBR dan @Bantuanhukumpers.
Sesi pertama membahas mengenai ‘Kebebasan Berekspresi vs Konten Berbahaya’. Dalam sesi yang dimoderatori Citra Dyah Prastuti (Pemimpin Redaksi KBR.id) ini, narasumber mengajak peserta membongkar konsekuensi dari alat berbasis artificial intelligent pada hak asasi manusia, dengan fokus pada keseimbangan kebebasan berekspresi dan penyebaran konten berbahaya di Internet.
Empat narasumber yang mengisi pada sesi pertama, yaitu Atnike Nova Sigiro (Ketua Komnas HAM), Novi Kurnia (Center for Digital Society/ Universitas Gadjah Mada), Danny Ardianto (Head of Government Affairs and Public Policy YouTube), dan Usman Kansong (Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo).
Sementara sesi kedua membahas mengenai ‘Kekerasan Online Terhadap Jurnalis’ yang membahas ancaman online terhadap keselamatan dan keamanan jurnalis dengan moderator Malika dari KBR Prime.
Narasumber yang hadir yaitu Brigjen Pol. Dr. Ahmad Ramadhan, S.H., M.SI., M.H. (Karo Penmas Divisi Humas POLRI), Ika Ningtyas (Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen), Damar Juniarto (Direktur Eksekutif SAFENet) dan Ade Wahyudin (Direktur Eksekutif LBH Pers).
Kemeudian pada sesi ketiga, secara khusus membahas tantangan keberlanjutan media dengan tema ‘Transformasi Digital, Kelangsungan Media dan Kepercayaan publik’.
Narasumber yang mengisi pada sesi ketiga ini, yaitu Wens Manggut (Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Sapto Anggoro (Komisioner Dewan Pers) dan Citra Dyah Prastuti (Pemimpin Redaksi KBR). (usm/hdl)