NusaDua (pilar.id) – Ketenagakerjaan di Indonesia tidak akan mencapai potensi terbaiknya tanpa melibatkan kelompok orang muda yang terpinggirkan, terutama perempuan dan penyandang disabilitas, dalam bursa kerja.
Hal ini menjadi perhatian utama Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) yang menggelar talk show berjudul ‘Ensuring No One Left Behind: Investing in Inclusive Learning for Youth’ di Hotel Grand Hyatt Nusa Dua, Bali pada hari Selasa (4/7/2023).
Acara tersebut merupakan bagian dari Inclusive Lifelong Learning Conference yang diselenggarakan oleh UNESCO bekerja sama dengan Kemenko Perekonomian dan PMO Prakerja.
Dalam kesempatan tersebut, Plan Indonesia fokus membahas tantangan dan solusi terkait dunia kerja berdasarkan pengalaman nyata para pemuda.
Diskusi ini sangat penting mengingat hasil riset ‘Mind the Gap: Mapping Youth Skills for the Future in ASEAN’ oleh ASEAN Foundation dan Plan International pada tahun 2020 menunjukkan bahwa 1 dari 4 pemuda di Indonesia tidak memiliki kemampuan digital tingkat tinggi (25 persen). Selain itu, 1 dari 2 responden survei tidak atau hanya sedikit menguasai kemampuan digital tingkat tinggi.
Ana Maria Peña, Youth Economic Empowerment Senior Advisor Plan International Netherlands, yang mewakili Plan International dalam talk show tersebut, menekankan bahwa stereotipe gender tradisional masih berperan penting dalam dunia kerja saat ini. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah akses ke pendidikan berkualitas, partisipasi, dan transisi ke dunia kerja.
“Kita perlu berinvestasi dalam literasi digital dan terus mengembangkan solusi digital yang disesuaikan untuk kelompok rentan, termasuk pemuda perempuan dan penyandang disabilitas. Kita juga perlu memahami harapan dan kebutuhan mereka, terutama setelah pandemi COVID-19,” ungkapnya.
Putri, peserta program Plan Indonesia dan perwakilan pemuda penyandang disabilitas, berbagi pengalaman sebagai seseorang dengan keterbatasan penglihatan (low vision). Ia juga membahas tentang investasi yang diperlukan agar pemuda dapat bersaing di pasar kerja.
“Orang dengan disabilitas sering kali diabaikan dalam dunia kerja, meskipun kami memiliki kemampuan untuk sukses dan bekerja seproduktif orang tanpa disabilitas. Saatnya kita menerapkan apa yang kita bicarakan agar pemuda, baik dengan maupun tanpa disabilitas, dapat mencapai potensi ekonomi terbaik bersama-sama,” ujar perempuan yang bekerja di kantor swasta ini.
Dukungan yang lebih substansial dalam bentuk pelatihan inklusif menjadi semakin diperlukan. Dr. Piti Srisangnam, Direktur Eksekutif ASEAN Foundation, menjelaskan bahwa meskipun permintaan tenaga kerja semakin tinggi, akses terhadap pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) masih kurang bagi pemuda di wilayah Asia Tenggara.
“Pemuda ASEAN masih menghadapi hambatan dalam mengakses pelatihan kerja, baik karena kurangnya informasi, biaya, waktu, maupun jarak ke tempat pelatihan. Ini berbeda dengan kebutuhan akan tenaga kerja terlatih, terutama di bidang teknologi yang terus berkembang,” ujarnya.
Daniel Baril, Ketua Dewan Pengawas UNESCO Institute for Lifelong Learning, juga menekankan pentingnya memberikan pelatihan ulang dan peningkatan keterampilan bagi tenaga kerja Indonesia.
“Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi digital pasca pandemi, kita harus memastikan bahwa pelatihan ulang dan peningkatan keterampilan tetap dapat diakses oleh pemuda di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Hanya dengan menggunakan metode yang tepat kita dapat mewujudkan pembelajaran sepanjang hayat dan memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal,” ujar Daniel.
Sejak tahun 2010, Plan Indonesia, sebagai bagian dari Plan International, telah melaksanakan program ketenagakerjaan dan kewirausahaan pemuda (YEE) untuk memberikan pelatihan vokasional dan teknis, terutama kepada pemuda perempuan (60 persen dari peserta program).
Program ini meliputi pelatihan kesiapan kerja, mentoring, dan akses ke peluang kerja. Hingga saat ini, sebanyak 28.341 pemuda di Indonesia telah menjalani pelatihan melalui program YEE, dan 35 persen dari mereka telah mencari kesempatan kerja atau memulai bisnis sendiri. (ted)