Surabaya (pilar.id) – Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) baru-baru ini mengakui jamu sebagai warisan budaya sehat dari Indonesia. Keputusan ini memperkuat pandangan bahwa meminum jamu dapat berkontribusi positif terhadap kesehatan masyarakat.
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Prof Dr Mangestuti Agil MS, menyambut baik keputusan UNESCO ini. Menurutnya, hal ini merupakan pencapaian luar biasa dan sekaligus memberikan dukungan pada keyakinan bahwa jamu memang dapat menjaga kesehatan.
Prof Mangestuti mengungkapkan pentingnya meyakinkan masyarakat untuk tidak ragu minum jamu. Ia menekankan bahwa informasi yang tidak benar terkait minum jamu harus diatasi, dan penjelasan yang jelas perlu diberikan untuk menghindari penolakan terhadap jamu.
Keputusan UNESCO ini diharapkan dapat memotivasi seluruh lapisan masyarakat, termasuk generasi muda, untuk ikut serta dalam melestarikan jamu sebagai bagian dari budaya sehat Indonesia. Prof Mangestuti menekankan bahwa generasi muda harus tetap menjaga kesehatan mereka dengan mengonsumsi jamu, namun juga dengan menjalani pola hidup sehat.
“Ramuan jamu jangan dipandang sebagai obat. Kalau kita pandang sebagai obat kita hanya minum kalau kita sakit. Itu yang agak kurang tepat menurut saya,” jelas Prof. Mangestuti.
Lebih lanjut, Prof Mangestuti menegaskan bahwa konsumsi jamu harus diimbangi dengan pola hidup sehat. Ia mengajak generasi muda untuk mencoba memanfaatkan bahan alam dalam ramuan jamu dengan memperhatikan kondisi tubuh mereka. Selain itu, ia menyoroti pentingnya pengawasan terhadap pemberian jamu agar tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik atau oleh pasangan calon tertentu.
Guru Besar Fakultas Farmasi tersebut juga menekankan bahwa jamu tidak hanya mengandung vitamin dan mineral, tetapi juga zat bioaktif yang tidak dapat ditemukan dalam obat sintesis. Ia mengingatkan bahwa jamu memiliki golongan alkaloid, terpenoid, dan fenol yang memberikan manfaat unik bagi kesehatan.
Menanggapi gerakan minum jamu yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan, Prof Mangestuti menekankan pentingnya pemupukan dan pendidikan melalui keluarga. Ia juga menyoroti peran media massa dalam menampilkan figur-figur yang aktif mengonsumsi jamu.
“Kemudian peran tenaga kesehatan dalam segala sektor, tenaga kesehatan siapa saja dokter, farmasi, perawat semua itu perlu lebih paham minum jenis jamu atau ramuan dan dalam menerapkan pola hidup sehat,” pungkasnya.
Prof Mangestuti berharap bahwa kedepannya, bangsa Indonesia dapat mencapai cita-cita menjadi bangsa yang sehat jasmani dan rohani. Sebagai pusat aktivitas intelektual, pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, universitas harus turut serta dalam memegang peran tersebut. Salah satu upaya yang disarankan adalah melalui program pendidikan untuk tenaga kesehatan khusus obat tradisional, seiring dengan negara-negara seperti India, Jepang, dan China yang memiliki sekolah khusus untuk dokter obat tradisional. (ipl/hdl)