Jakarta (pilar.id) – Tagar #AksiCepatTilep masih trending topic di media sosial Twitter menyusul terbongkarnya dugaan penyelewengan anggaran yang dilakukan lembaga kemanusian Aksi Cepat Tanggap (ACT). Lembaga ACT sendiri terkonfirmasi tidak terdaftar sebagai lembaga pengumpul dana umat di Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Direktur Komunikasi dan Aliansi Strategis Dompet Dhuafa Bambang Suherman mengatakan, ada perbedaan mendasar antara lembaga kemanusiaan dan lembaga zakat. Keduanya memiliki regulasi yang berbeda.
Lembaga kemanusiaan, kata Bambang, bernaung di bawah Kementerian Sosial (Kemensos), dan tunduk kepada Undang-undang (UU) Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang. Sementara, lembaga zakat seperti Dompet Dhuafa, regulasinya diatur oleh Kementerian Agama (Kemenag) dan tunduk kepada Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
“Kalau di lembaga zakat aturan tentang biaya operasional itu sudah ditetapkan dalam undang undang, maksimal 12,5 persen,” kata Bambang, di Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Menurut Bambang, dari 12,5 persen tersebut, hanya 6-8 persen digunakan untuk menggaji pengumpul zakat atau amil. Sedangkan sisanya, akan digunakan untuk membiayai operasional kegiatan lembaga.
Lembaga zakat seperti Dompet Dhuafa, kaidahnya dikontrol oleh institusi berlapis. Selain audit internal, lembaga zakat juga melakukan audit eksternal oleh kantor akuntan publik (KAP), serta diwajibkan untuk public expose agar masyarakat lebih mudah mendapatkan informasi.
Lembaga zakat juga diawasi oleh Kemenag, serta Baznas sebagai mandatoris UU Zakat yang akan melakukan monitoring dan evaluasi. “Lalu ada Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini juga melakukan proses audit syariah kepada lembaga zakat,” kata Bambang.
Dengan kontrol berlapis tersebut diharapkan meminimalisir kasus-kasus penyimpangan donasi. “Saya katakan tidak ada (penyimpangan), karena ini basisnya personal, interest. Tapi insya Allah dengan semua mekanisme regulasi yang negara atur ini relatif lebih terjaga,” kata dia. (ach/fat)