Jakarta (pilar.id) – Kasus penyelewengan dana yang dilakukan lebaga filantropi oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) membuka mata seluruh masyarakat Indonesia terkait minimnya pengawasan yang dilakukan Pemerintah pada lembaga serupa. Sehingga, potensi penyelewengan dana pun memiliki kemungkinan yang bersar untuk dilakukan.
Bahkan, menurut catatan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan, ada 176 temuan diduga penyelewengan dana serupa Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Melihat kondisi tersebut, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka, mengusulkan agar Kementerian Sosial (Kemensos) membentuk sistem pengawasan baru terhadap lembaga filantropi. Menurutnya, pembentukan semacan divisi khusus untuk mengawasi lembaga filantropi perlu dilakukan.
Lantaran, sistem yang ada saat ini perlu dievaluasi. Pasalnya, lanjut Diah, masalah serupa ACT sudah terjadi sebelum Mensos Risma menjabat, atau sudah sejak 10 tahun lalu.
“Untuk itu harusnya ada membangun mekanisme audit dan ada sanksi kalau misal ditemukan persoalan. Lembaga ini harus dibangun sistem monitoring,” ujar Diah, Selasa (9/8/2022).
Senada, Anggota Komisi VIII DPR RI MF Nurhuda Yusro, menyebut kasus ACT seperti fenomena gunung es. “Sejak awal, kami mengatakan, kasus ACT seperti gunung es. Kelihatan besar, namun sebetulnya ada begitu banyak yang tak terungkap,” kata Nurhuda.
Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, langkah Kemensos yang menggandeng PPATK untuk mengawasi lembaga filantropi sudah tepat. Menurut Nurhuda, seharusnya Kemensos bukan sekadar memberi izin, tapi harus punya kewenangan melakukan pengecekan.
“Harus ada kerja sama dengan pihak lainnya. Kemitraan dengan PPATK menjadi bagian penting untuk dilakukan karena harus dicek, apakah Kemensos menjadi lembaga yang cukup pemberi izin tanpa punya kewenangan menyelidiki detail? Kalau mereka nggak punya kewenangan kan menjadi lambat,” katanya.
Di sisi lain, PPATK yang menemukan ratusan dugaan penyelewengan dana oleh lembaga filantropi juga sudah memberikan laporan ke Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini dalam bentuk dokumen. PPATK juga menyerahkan dokumen terkait kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. (her/fat)