Jakarta (pilar.id) – Mi memang salah satu kuliner yang cukup diminati di Indonesia. Ragam olahan makanan mi pun ada beragam dan bisa dengan mudah ditemukan. Belum lagi varian dari mie instan yang tersedia di pasaran; banyak sekali.
Namun, salah satu hal yang banyak jadi perhatian terkait mi adalah kandungan gizinya. Mi adalah makanan yang mayoritas gizinya didominasi oleh karbohidrat.
Minimnya kandungan gizi lain di dalam mi tersebut yang memantik keresahan dari tiga mahasiswa Universitas Surabaya (Ubaya). Mereka pun melakukan penelitian dan berhasil menciptakan mi dengan kandungan gizi yang lebih beragam.
Mereka menyebutnya sebagai Mie Tebak, singkatan dari Mie Tempe dan Sangkubak. Ya, mi buatan mahasiswa Ubaya ini tidak semata-mata terbuat dari tepung terigu, tetapi juga diberikan campuran protein dari tempe dan daun Sangkubak sebagai penambah rasa dan warna.
Seperti yang dijelaskan oleh Audrey Layana Tjahyadi, salah satu anggota dari ketiga mahasiswa, jika produk tersebut merupakan tugas kuliah yang kemudian di uji coba dan mendapat apresiasi positif dari panelis.
“Saya dengan Victoria dan Vanessa ingin menambahkan sesuatu yang baru, seperti gizi protein pada mie dan memilih daun Sangkubak, karena salah satu teman kami berasal dari Kalimantan dan daun Sangkubak dimanfaatkan oleh Suku Dayak sebagai penyedap alami,” ujar mahasiswa jurusan Bio Nutrisi dan Inovasi Pangan angkatan 2018 ini.
Maka dari itu, Audrey mengatakan dari produk mie mereka, dapat meningkatkan ketertarikan masyarakat terhadap daun Sangkubak sebagai penyedap alami dan memanfaatkan tempe sebagai produk lokal yang mengandung protein baik.
Dalam proses pembuatannya, Audrey menjelaskan jika adonan mie masih pakai tepung terigu protein tinggi yang dicampur dengan tepung tempe 15 persen. Hal tersebut dilakukan agar tekstur mie yang kenyal tak hilang dan masih bisa diterima masyarakat.
Selanjutnya, adonan tersebut ditambahkan daun Sangkubak dalam bentuk bumbu yang membuat adonan mie berwarna hijau serta memiliki rasa asin dan gurih yang berbeda dengan garam atau kecap asin.
Lebih lanjut, ia menjabarkan jika daun Sangkubak terlebih dahulu dikeringkan dan diolah menjadi bentuk serbuk seperti bumbu yang meninggalkan rasa pahit, namun saat tercampur ke adonan mie akan berubah menjadi rasa asin dan gurih yang berbeda dari kebanyak mie pada umumnya.
“Prosesnya dari penelitian hingga jadi produk memerlukan waktu 2-3 bulan. Kendalanya, saat membuat adonan mie yang harus tepat, baik dari kekenyalan, ketahanan mie dan efek penambahan tepung tempe, yang membutuhkan waktu 2 sampai 3 minggu hanya untuk membuat adonan, dengan trial and error kira-kira 10 kali,” sebut perempuan 22 tahun ini.
Kedepan, Audrey menyampaikan jika saat ini mereka masih berdiskusi mengenai produk mie buatan mereka akankah diproduksi dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat umum atau tidak. Meski begitu, ia mengatakan jika mereka akan sangat terbuka, bila ada orang lain yang ingin mengekplorasi potensi daun Sangkubak lebih lanjut.
“Karena daun Sangkubak berasal dari Kalimantan yang daerahnya cukup pedalaman, jadi agak susah kalau di produksi massal. Namun dari produk ini, setidaknya kami bisa meningkatkan ketertarikan masyarakat terhadap daun Sangkubak dan berharap mereka melakukan hal yang sama dengan produk lain,” pungkasnya. (jel/fat)