Jakarta (pilar.id) – Berkolaborasi dengan Perkumpukan Telapak Badan Teritori Kalimantan Selatan, Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) dari ECOTON, melakukan penyusuran di sepanjang sungai Kota Banjarmasin.
Penyusuran sungai tersebut dimulai dari Sungai Kuin menuju Sungai Martapura, sampai Sungai Barito pada 26 Agustus hingga 1 September 2022. Founder ECOTON, Prigi Arisandi menargetkan sungai-sungai tersebut karena termasuk dalam sungai Nasional.
Sebab, hulu dan hilir dari sungai tersebut membentang dari Kalimantan Tengah dan hilirnya di Kalimantan Selatan.
“Dengan menggunakan perahu klothok kami menyusuri sungai sembari melakukan uji kualitas air, uji mikroplastik dan pemetaan timbulan sampah di sungai,” jelas Prigi Arisandi.
Dalam ekspedisi ini, peneliti ESN tersebut menjelaskan, bahwa selain mengambil contoh air timnya juga mengambil 10 spesies ikan yang banyak dikonsumsi masyarakat, lalu diuji kadar mikroplastiknya
Hasil uji mikroplastik, mendapati jika kandungan mikroplastik terbanyak ditemukan dalam lambung ikan Lais, yaitu sebanyak 135 partikel mikroplastik dalam satu ekor, sedangkan kandungan mikroplastik paling sedikit ada pada ikan Seluang, dengan 18 partikel mikroplastik dalam satu ekor.
“Rata-rata kandungan mikroplastik dalam lambung ikan di DAS Barito adalah 53 partikel mikroplastik dalam satu ekor,” sebutnya.
Sedangkan untuk hasil uji air sungai di DAS Barito, tercatat tercemar Mikroplastik dengan rata-rata 56 partikel mikroplastik (PM) dalam 100 liter air. Kandungan mikroplastik terbanyak di lokasi sungai Martapura tepat didepan Patung bekantan, sebanyak 125 PM/100 liter.
“Mikroplastik adalah serpihan plastik berukuran kurang dari 5 mm yang berasal dari hasil pemecahan dari sampah plastik, yang dibuang di aliran sungai Barito, karena paparan sinar dan faktor lainnya, maka sampah plastik akan rapuh dan terpecah menjadi remah-remah kecil,” rinci Prigi Arisandi.
Atas hasil uji tersebut, Prigi Arisandi yang juga sebagai Direktur eksekutif Inspirasi ini, menjelaskan, bahwa ada tiga faktor pencemaran air sungai Barito terjadi, diantaranya:
1. Minimnya layanan pengangkutan sampah dari rumah-rumah penduduk ke pengumpulan sampah sementara.
Secara umum kota/kabupaten di Indonesia hanya mampu melayani kurang dari 40% penduduk, sehingga 60% penduduk Indonesia tidak terlayani pengangkutan sampah.
Lalu mereka umumnya akan membakar sampah, menimbun dan membuangnya ke sungai. Tiap tahun Indonesia membuang 3 juta ton sampah plastik ke laut melalui sungai dan menjadikan Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua setelah China.
2. Minimnya kesadaran memilah sampah dan membuang sampah pada tempatnya.
Indeks kepedulian lingkungan penduduk Indonesia masih rendah yaitu 0,56 dari skala 0-1, rendahnya kepedulian ini yang menyebabkan penduduk Indonesia membuang sampah sembarangan, termasuk ke sungai
3. Masifnya penggunaan Plastik sekali pakai.
Jenis plastik sekali pakai seperti tas kresek, sedotan, Styrofoam, popok dan botol plastik masih massif digunakan di Kota Banjarmasin, sehingga perlu pengendalian.
Tidak efektifnya regulasi pengurangan penggunaan plastik, serta regulasi pengurangan plastik tanpa penegakan hukum, hanya akan menjadi macan kertas.
Tak hanya itu, Prigi Arisandi menyampaikan adanya ancaman baru, pasalnya Sungai Barito sebelumnya, menurut Penelitian National Research and Innovation Agency pada tahun 2008, menyebutkan perairan Muara Sungai Barito terkontaminasi Logam berat Merkuri, Timbal, cadmium, dan Tembaga (Cu) meskipun kadarnya tidak melebihi baku mutu.
“Jika tidak ada upaya pengendalian dari Pemerintah, maka ada potensi peningkatan kadar logam berat dalam air, ditambah mikroplastik dalam air DAS Barito sangat berbahaya bagi ekosistem sungai Barito,” tegas Prigi.
Prigi menyampaikan salah satu dampak bahaya, mikroplastik jika dalam tubuh manusia, ialah diabetes mellitus, penurunan kualitas dan kuantitas sperma dan menopause lebih awal.
“Maka dari itu, keberadaan mikroplastik harus dikendalikan dengan menghentikan penggunaan plastik sekali pakai dan mengendalikan sampah plastik agar tidak masuk kedalam sungai,” pungkasnya. (jel/fat)