Surabaya (pilar.id) – Peningkatan kasus positif Omicron Siluman membuat epidemiolog asal Universitas Airlangga (Unair), Laura Navika Yamani SSi MSi PhD mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga ketat protokol kesehatan.
Secara genetik, Omicron Siluman merupakan variasi dari Covid-19 jenis Omicron. “Dinamakan sebagai Omicron Siluman, karena melalui uji untuk mengetahui Omicron atau bukan yaitu S-gene Target Failure (SGTF), hasilnya dapat menunjukan seolah-olah bukan Omicron,” jelas Laura.
Meskipun secara karakteristik berbeda, varian jenis ini tidak memiliki perbedaan pada tingkat keparahan dan gejala yang ditimbulkan bila dibandingkan Omicron jenis BA.1. “Omicron Siluman atau BA.2 dinyatakan lebih menular, namun untuk tingkat keparahannya tidak berbeda secara signifikan,” ujarnya.
Varian ini diketahui dapat menghindar dari antibodi yang telah terbentuk melalui proses vaksinasi. “Sehingga memang dari data penelitian terdapat penurunan efektivitas vaksin, namun tidak menghilangkan daya proteksi dan antibodi yang dihasilkan vaksin untuk melawan varian dari turunan Covid-19,” ucapnya.
Laura menyebut, vaksin masih dianggap efektif dan perlu dilakukan oleh seluruh masyarakat untuk menjaga diri dari infeksi Covid-19. Mengenai varian baru yang mungkin muncul setelah varian Omicron Siluman, ia mengaku bahwa tidak ada prediksi mengenai hal itu.
“Namun yang bisa dipastikan, selama masih ada sirkulasi virus, maka masih berpotensi bermutasi menjadi varian baru,” jelasnya.
Mutasi yang dihasilkan bisa bersifat menguatkan atau melemahkan karakteristik dari virus itu sendiri. Contohnya, jenis Omicron yang memiliki karakteristik tingkat penularan tinggi dan tingkat keparahan rendah, yang berkebalikan dengan karakteristik varian Delta.
“Sehingga, yang bisa dilakukan adalah memonitor dan mencegah terjadinya infeksi virus yang ditimbulkan,” sebut ahli ilmu Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR itu.
Walaupun kasus Covid-19 di Indonesia sudah menurun dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Laura menyebutkan bahwa masyarakat perlu mengetahui bahwa vaksin dan protokol kesehatan masih menjadi kunci utama untuk mengakhiri pandemi.
“Vaksin dan protokol kesehatan menjadi upaya intervensi yang masih perlu dilakukan secara menyeluruh untuk mengubah pandemi jadi endemi, sekaligus mencegah adanya varian-varian baru dari Covid-19,” sebutnya.
Waspada Meski Melandai
Kasus positif Covid-19 di Indonesia yang kini menunjukan tren penurunan pada kuartal pertama tahun 2022, kata Laura, jangan sampai membuat lengah, terutama dalam menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
“Masyarakat perlu mengetahui bahwa saat ini bukan akhir pandemi, sehingga vaksinasi dan protokol kesehatan masih menjadi upaya intervensi yang harus dilakukan,” jelasnya.
Disebutkan Laura, bahwa kondisi saat ini masih belum final, mengingat negara tetangga masih mengalami adanya lonjakan kasus positif. Banyaknya kasus infeksi Covid-19 dapat menimbulkan adanya mutasi yang melahirkan varian turunan virus tersebut. “Jadi virus hanya dapat melakukan mutasi bila masuk dalam host, dalam hal ini tubuh manusia,” jelasnya.
Melalui mutasi tersebut, hasil yang ditimbulkan bisa beragam. “Hasilnya gambling, bisa semakin kuat atau semakin lemah. Contohnya Omicron yang memiliki tingkat penularan tinggi dengan tingkat keparahan rendah, yang berkebalikan dengan Delta” sebutnya.
Dengan sifat mutasi seperti itu, maka pencegahan terbaik yang dapat dilakukan adalah melakukan monitoring dan melakukan pencegahan bertambahnya kasus positif.
“Selama masih ada sirkulasi virus dalam tubuh manusia, maka masih berpotensi bermutasi menjadi varian baru,” jelasnya.
Sejak awal pandemi, dari virus Covid-19 hingga mutasi terkini yang dimiliki, pencegahan infeksi yang dilakukan masih sama yakni penerapan protokol kesehatan, serta optimalisasi imun tubuh.
“Khusus untuk pencegahan masih sama caranya,” sebut Laura. Menjawab pertanyaan mengenai penurunan efektivitas vaksin, Laura menyebutkan bahwa daya proteksi dan antibodi yang dihasilkan oleh vaksin masih dalam tingkatan mumpuni untuk melawan varian terbaru Covid-19.
“Ada kemungkinan varian terbaru melarikan diri dari antibodi yang terbentuk dari hasil vaksin, itulah yang menyebabkan penurunan efektivitas karena vaksin kan dibuat dari awal Covid-19,” jelasnya. (ade/hdl)