Jakarta (pilar.id) – Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana mengatakan, percobaan memberangus pers dengan Undang-undang (UU) sudah berkali-kali dilakukan.
Pertama, kata Yadi, UU tentang Pilpres pada tahun 2014 dan 2019. Namun, percobaan tersebut berhasil digagalkan. Dewan Pers kala itu melakukan komunikasi dengan DPR.
Kedua, kebebasan pers coba diganggu dengan UU Cipta Kerja. Dalam beleid tersebut, ada beberapa pasal yang mengancam kebebasan pers. Namun lagi-lagi berhasil digagalkan oleh Dewan Pers. Sebelumnya atau yang ketiga, kebebasan pers diuji melalui Peraturan KPU pada tahun 2014, tetapi kembali berhasil digagalkan.
“Ini yang kesekian kali atau yang keempat ini, yaitu melalui RUU KUHP. Saya kira kami punya fokus yang sama dengan pemangku kepentingan, termasuk pemangku kepentingan non-pers untuk sama-sama berjuang supaya pasal-pasal yang akan memberangus pers tidak lolos,” kata Yadi dalam konferensi pers yang disaksikan melalui YouTube Dewan Pers, Jumat (15/7/2022).
Sedikit kipas balik, dia menjelaskan, bahwa proses tentang RUU KUHP ini sudah berlangsung sejak tahun 2017. Dewan Pers waktu itu bersama seluruh konstituennya terlibat dalam menyoroti pasal-pasal yang memberatkan dalam RUU KUHP.
Kemudian tepat pada tahun 2018, Dewan Pers dan asosiasi pers, membentuk sebuah tim yang merumuskan tentang RUU KUHP. Lalu pada tahun 2019, Dewan Pers menyampaikan petisi tentang RUU KUHP kepada ketua DPR RI saat itu, Bambang Soesatyo.
“Kami hadir bersama seluruh konstituen dewan pers atau seluruh tim yang ikut dalam perumusan dan akhirnya membuahkan hasil, RUU KUHP ditunda pembahasannya,” kata dia.
Beberapa waktu berselang usai DPR menunda pembahasan RUU KUHP, Dewan Pers beserta konstituennya dijanjikan akan terlibat langsung dalam pembahasan RUU KUHP ini. Tetapi nyatanya, sejauh ini Dewan Pers tidak dilibatkan oleh tim, baik di DPR maupun di Kementerian Hukum dan HaknAssi Manusia (Kemenkumham).
“Dan sampai saat ini ketika RUU KUHP mau disahkanpun, kami tidak terlibat lagi secara rinci,” tegasnya.
Secara umum, Dewan Pers melihat ada delapan pasal yang menjadi sorotan. Mulai dari pasal 241, 219, 247, 262, 263, 281, 305, dan 354. Pasal-pasal ini masih ada di dalam RUU KUHP yang saat ini sudah diserahkan kepada DPR oleh pemerintah.
Padahal, pada tahun 2017 Dewan Pers sudah meminta pasal-pasal tersebut direvisi. Bukannya malah direvisi, pasal-pasal karet atau kontrovesi bagi dunia pers di RUU KUHP malah bertambah. (her/hdl)