Jakarta (pilar.id) – Hasil rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang resmi mengesahkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) mendapat respons positif dari IFSOC.
Disampaikan dalam keterangan persnya, Kamis (15/12/2022), dengan disahkannya UU PPSK, sektor keuangan digital di Indonesia memasuki era baru yang diharap bisa lebih resilience dan forward-looking.
Dikatakan pula, UU PPSK ini diharap dapat mempercepat inklusi keuangan dan meningkatkan stabilitas ekonomi, serta mendorong perlindungan konsumen di sektor keuangan digital Indonesia.
Ketua Steering Committee IFSOC Rudiantara dalam keterangannya menyebutkan, ia mengapresiasi upaya pemerintah dan DPR dalam melakukan penguatan dan pengembangan sektor keuangan lewat penyediaan payung hukum yang mengedepankan principle-based dalam pengembangan dan penguatan peran fintech ke depan.
“Percepatan penyusunan aturan pelaksana dan harmonisasi regulasi menjadi agenda prioritas ke depan yang perlu dikawal, agar dapat memberikan kepastian hukum melalui framework yang adaptif, serta kejelasan implementasi teknis dari ketentuan UU PPSK,” jelasnya.
Ia menambahkan, UU PPSK telah berupaya mewujudkan ekosistem fintech yang integratif dalam aspek pengaturan dan pengawasan ruang lingkup inovasi teknologi sistem keuangan (ITSK) dengan pendekatan berbasis aktivitas.
“Pengaturan ITSK berbasis aktivitas sudah tepat agar proses perizinan dapat adaptif mengikuti perkembangan industri sektor keuangan digital dan mengedepankan prinsip same risk, same regulation,” terangnya.
Sementara anggota Steering Committee IFSOC Prasetyantoko berpendapat, pengkategorian aset keuangan digital sebagaimana di dalam UU PPSK telah memberikan batasan yang jelas pada aset digital yang berada di sektor keuangan.
Kata Prasetyantoko, pengkategorian ini merupakan langkah yang tepat dan fundamental dalam mendukung perkembangan aset keuangan digital ke depan.
“Hal ini akan berdampak dalam penguatan pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk dalam aspek perlindungan konsumen” tegasnya.
Ia menambahkan, transisi kelembagaan terkait pengawasan dan pengaturan aset keuangan digital pasca UU PPSK akan menjadi tantangan yang perlu diantisipasi ke depan.
Hal ini karena UU PPSK mensyaratkan bahwa pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital akan berada di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dimana sebelumnya berada di bawah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI).
“Peralihan yang kondusif diperlukan dalam proses harmonisasi kebijakan dan transisi pengawasan serta pengaturan aset keuangan digital. Hal ini agar tidak mengganggu kinerja aset keuangan digital yang saat ini berjalan,” kata Prasetyantoko.
Menanggapi hal ini, ekonom senior yang juga Steering Committee IFSOC Hendri Saparini juga mengaku jika ia mengapresiasi langkah pemerintah yang telah mengakomodir aspirasi masyarakat tentang pentingnya menjaga independensi otoritas di sektor keuangan.
Menurutnya, UU PPSK telah memberikan jaminan atas independensi Bank Indonesia, OJK, dan LPS. Hal ini akan sangat penting dalam rangka memperkuat stabilitas sektor keuangan dan menjaga kepercayaan pemangku kepentingan terkait pada sektor keuangan.
“Pengembangan dan penguatan sektor keuangan digital kedepan, khususnya sektor ITSK yang merupakan area-area yang transformatif, perlu didukung dengan terjaganya kepercayaan masyarakat pada otoritas terkait,” tegas Hendri. (ret/hdl)