Bantul (pilar.id) – Aspirasi buruh Kabupaten Bantul menuntut kenaikan upah minimum kabupaten (UMK) mencapai 13 persen dari tahun 2022.
Sedangkan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan penghitungannya sesuai Penetapan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dengan kenaikan 5,25 persen dari UMK Bantul 2022.
Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih menyebut pihaknya mencoba mengkompromikan dengan penetapan formula baru yang dibuat pemerintah pusat.
“Tuntutan buruh dan pengusaha ada selisih 7,75 persen. Tinggal pemerintah bagaimana untuk mencari jalan tengah sesuai penetapan formula baru,” katanya, Kamis (24/11/2022).
Halim mengaku tengah mempertimbangkan kepentingan buruh dan pengusaha sebagai pemberi kerja sebelum putusan UMK Bantul 2023 dikeluarkan.
“Dua pihak ini punya kepentingan yang berbeda. Pada akhirnya pemerintah akan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang ada,” katanya usai Rapat Koordinasi terkait Kesiapan Penetapan UMK tahun 2023.
Pertimbangan tersebut, lanjutnya seperti produktivitas buruh, serta kesempatan berusaha dan kemampuan perusahaan untuk terus eksis dan tumbuh berkembang.
“Harus kita cari kesepakatan antara kedua pihak, karena kalau tidak, nanti yang rugi semuanya. Kalau tidak ada produksi pengusaha rugi, buruh juga rugi tidak punya pekerjaan, begitu juga pemerintah. Jadi kita harus lakukan kompromi,” paparnya.
Menurutnya, pihaknya akan mengambil titik paling logis dengan kelangsungan produktivitas industri dan sektor ekonomi di Bantul maupun di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Adapun penetapan UMK Bantul juga menyesuaikan PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dimana sesuai arahan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) terdapat perubahan formula.
“Rumusannya agak beda, kita akan ambil keputusan yang paling optimal yang menjamin produktivitas dan keberlangsungan usaha,” tutupnya. (riz/hdl)