Jakarta (pilar.id) – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopulhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa siswi SMP Negeri 1 Jambi yang berinisial SFA, setelah dipolisikan karena mengkritik Pemkot Jambi, telah mengakui perbuatannya dan meminta maaf.
Pada Selasa (6/6/2023), Mahfud MD mengatakan, “Anak yang dilaporkan memang bersalah. Dia sudah minta maaf, karena emosi memfitnah kantor polisi.” Ia menambahkan bahwa siswi tersebut sudah muncul di televisi nasional untuk meminta maaf, dan pihaknya akan menyelesaikan masalah ini.
Mahfud juga mengingatkan bahwa tidak semua hal yang viral di media sosial terkait pemerintah atau menyalahkan aparat keamanan negara selalu benar.
Sebelumnya, Mahfud MD menyatakan akan mendampingi SFA yang dilaporkan oleh Pemkot ke Polda Jambi. Ia juga meminta jajarannya melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, yakni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) guna mendampingi SFA.
Seperti diberitakan, SFA melontarkan kritik kepada Wali Kota Jambi, Syarif Fasha, dan perusahaan PT Rimba Palma Sejahtera Lestari karena melanggar Perda Nomor 4 Tahun 2017 tentang Angkutan Jalan.
Kritik ini disampaikan lewat platform media sosial TikTok miliknya. Dalam video yang diunggahnya, SFA mengungkapkan bahwa neneknya sebagai pejuang kemerdekaan RI telah dizalimi dengan rumahnya yang dirusak berkali-kali oleh perusahaan Cina tersebut yang bekerja sama dengan Pemkot Jambi yang tidak bertanggung jawab.
SFA juga mengkritik Pemkot Jambi karena telah mengizinkan truk dengan bobot lebih dari 20 ton melewati jalan lorong warga yang hanya diperuntukkan bagi kendaraan dengan bobot maksimal 5 ton. Selain itu, ia juga mengkritik perusahaan yang seharusnya menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Uap, tetapi malah beroperasi sebagai perusahaan kayu hutan.
Polda Jambi telah meminta keterangan dari SFA terkait kasus dugaan pencemaran nama baik. Dalam keterangannya dilaporkan jika mereka akan melakukan mediasi dengan melibatkan pihak-pihak terkait.
Proses mediasi ini akan melibatkan kedua belah pihak, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), serta pihak Ketua RT setempat. Rencananya, proses mediasi akan menggunakan pendekatan Restorative Justice untuk mencapai penyelesaian yang baik. (hdl)