Surabaya (pilar.id) – Stikosa AWS Photo Week 2023 menghadirkan enam karya foto tentang pekerja migran Indonesia yang tercetak dalam bahan acrylic, hasil jepretan Romi Perbawa, documentary photographer. Rangkaian karya bertajuk Au Loim Fain ini sebelumnya sempat tampil di ArtJog 2023.
Stikosa AWS Photo Week (SPW) 2023 adalah event yang digagas sebagai wadah apresiasi karya dan edukasi fotografi. Event ini diinisiasi Ikatan Alumni Stikosa AWS, Unit Kegiatan Mahasiswa Himpunan Mahasiswa Penggemar Fotografi atau UKM HIMMARFI, dan Kampus Stikosa AWS.
Event fotografi yang digelar di Kampus Stikosa AWS, 4 hingga 10 November 2023 ini disajikan dalam bentuk rangkaian aktivitas, mulai dari pameran, workshop, pameran buku, presentasi project, hingga hunting foto bareng pakar.
“Kami sengaja menampilkan karya-karya spesial Romi Perbawa sebagai guest star Stikosa AWS Photo Week tahun ini,” ungkap Mamuk Ismuntoro, Managing Director SPW 2023, Sabtu (4/11/2023).
Tak hanya itu, lanjut Mamuk, Romi juga dipastikan hadir di Kampus Stikosa AWS, Minggu (5/11/2023), untuk mempresentasikan karya-karya yang dipamerkan.
Jejak Kelam dari Sabah
Romi Perbawa, lahir 1971, selama ini dikenal sebagai fotografer lepas yang beberapa kali membuat proyek dokumenter jangka panjang untuk diterbitkan sebagai photobook.
Alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia ini mengaku belajar fotografi di Canon School of Photography, Jakarta dan kelas khusus Jurnalisme Fotografi di Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA).
Proyek pertamanya, The Riders of Destiny (2014), telah dipublikasikan oleh berbagai media internasional seperti Stern (Jerman), VSD Magazine (Perancis), Lightbox-TIME (USA), Guardian (UK), De Standaard (Belgia), Duży Format (Polandia), dan banyak lainnya.
Beberapa karya Romi Perbawa juga muncul dalam exhibition dan projection seperti Visa Pour L’Image, Photoquai Paris, Jakopic Gallery Croatia, Indian Photography Festival, Leica Indonesia, Angkor Photo Workshop, dan Artjog.
Au Loim Fain, yang kini tersaji di SPW 2023, adalah proyek fotografi yang digagas oleh Romi Perbawa. Au Loim Fain mengungkapkan kehidupan sulit pekerja migran Indonesia (PMI) dalam rentang waktu tahun 2012 hingga 2019.
Romi Perbawa melakukan penelusuran mendalam, melintasi jalur tikus di perbatasan Indonesia-Malaysia, dan menginap di gubuk-gubuk sempit yang menjadi tempat persembunyian para pekerja ilegal di Keningau, Sabah, Malaysia.
Selama penelusurannya, Romi mengunjungi berbagai pabrik dan asrama tempat pekerja dari berbagai daerah Indonesia, seperti Flores, Sulawesi, dan Jawa, bekerja, serta tempat tinggal anak-anak mereka.
Sayangnya, jutaan anak PMI tidak memiliki dokumen kependudukan dan kesempatan untuk mendapatkan akses ke pendidikan formal terbatas akibat ketidakpatuhan dan ketidaktahuan mengenai regulasi pemerintah setempat yang melarang pekerja asing membawa keluarganya.
Dalam perjalanan penelusurannya, Romi tiba di tempat yang sangat menyentuh hati, yaitu cerita Adelina Sau, seorang perempuan muda yang tewas akibat penganiayaan oleh majikannya di Malaysia.
Adelina berasal dari Desa Abi, Oenino, Nusa Tenggara Timur, sebuah daerah yang pada waktu itu belum dialiri listrik.
Romi Perbawa menyaksikan keluarga Adelina menunggu dengan sedih kedatangan jenazah putrinya yang meninggal pada tanggal 11 Februari 2018.
Au loim fain, adalah kata-kata terakhir yang diucapkan Adelina sebelum meninggal. Dalam bahasa ibunya, artinya ‘aku ingin pulang’.
Dalam proyek fotografi Au Loim Fain, terdapat foto-foto negatif yang diperbesar hingga seukuran orang yang menggambarkan para pekerja migran Indonesia dengan status ilegal di Malaysia saat dalam proses pemulangan ke Indonesia.
Tujuan dari pengaburan identitas ini adalah untuk melindungi privasi mereka. Selain itu, ada foto-foto yang menggambarkan kehidupan pekerja migran Indonesia, termasuk pekerja yang masih di bawah usia, serta gambar-gambar keluarga yang terpaksa ditinggalkan selama bertahun-tahun di daerah seperti Madura, Flores, dan Timor.
Keseluruhan karya foto ini merupakan upaya untuk menangkap kehidupan penuh tantangan yang seringkali terlupakan di balik cerita sukses yang sering diutarakan.
Fotografi dokumenter ini merupakan analogon sempurna dari realitas, namun dalam imajinasi Romi Perbawa, mereka juga membawa pesan yang mendalam dan menjadi seni yang memukau. (hdl)