Bojonegoro (pilar.id) – Dalam upaya memastikan keamanan lingkungan, Lapangan Unitisasi Gas Jambaran-Tiung Biru (JTB) diumumkan bebas dari paparan radiasi. Kabar ini diumumkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) setelah melakukan inspeksi lapangan untuk memonitor mineral ikutan radioaktif (MIR) di Fasilitas Pengolahan Gas (GPF) JTB, Ngasem, Bojonegoro, Jawa Timur pada Senin dan Selasa (14-15/8/2023) lalu.
Mineral ikutan radioaktif (MIR) adalah mineral logam atau non-logam yang mengandung sifat radioaktif yang timbul dari kegiatan industri pertambangan minyak dan gas bumi.
Dalam kerjasama dengan PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Zona 12, Bapeten melakukan pemeriksaan dan pemantauan di sekitar fasilitas JTB untuk mengumpulkan data awal sebagai acuan dalam merancang kebijakan keselamatan dan keamanan kerja yang komprehensif di masa depan.
Hasil pengamatan Bapeten menunjukkan paparan radiasi sekitar 0,05-0,11 mikroSievert/jam, yang berada dalam kisaran yang aman. Tingkat paparan yang dianggap tidak aman dan membutuhkan pengawasan lebih lanjut adalah jika angka paparan berada di atas 0,5 mikroSievert/jam.
Benny Rahadian, Manajer HSSE Operations Zona 12, menyambut baik kolaborasi ini karena memberikan manfaat bagi JTB. Rahadian menjelaskan bahwa pemantauan lapangan membantu dalam memahami status MIR di JTB.
“Hasil pemantauan dari Bapeten menunjukkan kondisi yang aman di JTB. Karena JTB adalah fasilitas yang relatif baru, informasi ini akan menyempurnakan database keselamatan yang berkaitan dengan potensi radiasi. Semakin cepat kita mengetahui informasi ini, semakin baik kita bisa mengantisipasi masa depan,” ujarnya.
Judi Pramono, Kepala Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir (P2STPIBN)-Bapeten, menjelaskan bahwa pengumpulan data ini merupakan langkah awal dalam menentukan kebijakan dan strategi pengawasan mineral ikutan radioaktif di industri minyak & gas di Indonesia.
Data ini akan menjadi dasar untuk mengukuhkan budaya keselamatan kerja di sektor industri yang memiliki risiko tinggi.
“Kami telah melakukan pengukuran paparan radiasi hampir di seluruh area JTB. Sampai saat ini, kami belum menemukan paparan yang berlebihan. Semua area berada dalam kondisi normal. Pengukuran menunjukkan bahwa paparan radiasi di berbagai lokasi memiliki nilai yang serupa, sehingga tidak ada alasan untuk khawatir. Tidak ada paparan radiasi yang melebihi batas di JTB,” jelasnya.
Bapeten juga mengakui bahwa mereka telah memperoleh banyak pembelajaran dari PT Pertamina EP Cepu Zona 12, terkait peningkatan budaya keselamatan dan data terkait radioaktivitas. Budaya keselamatan di industri migas menjadi inti penting dalam pembentukan peraturan keselamatan kerja di sektor nuklir. Praktik terbaik yang diterapkan di JTB bisa menjadi panduan di industri lain.
“Pengalaman yang kami dapatkan dari JTB sangat berharga bagi kami, karena data ini sangat penting dan akan dijadikan sebagai database. Kami akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Dirjen MIGAS dan SKKMIGAS untuk masa depan,” tutupnya.
Sebagai subholding hulu Pertamina, PT Pertamina EP Cepu mengelola wilayah kerja hulu migas di Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Papua, termasuk aset lepas pantai dan daratan. Wilayah kerja mencakup Zona 11 (Alas Dara Kemuning, Cepu, WMO, Randugunting, Sukowati, Poleng, Tuban East Java), Zona 12 (Jambaran Tiung Biru, Banyu Urip), Zona 13 (Donggi Matindok, Senoro Toili, Makasar Strait), dan Zona 14 (Papua, Salawati, Kepala Burung, Babar Selaru, Semai). Selain itu, PT Pertamina EP Cepu juga mengelola aset downstream Donggi Senoro LNG. (lus/ted)