Yogyakarta (pilar.id) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI terus menelurkan kebijakan dan implementasi untuk mengendalikan perubahan iklim yang mengedepankan kolaborasi dan menghasilkan kemajuan.
Setidaknya terdapat sembilan strategi kebijakan yang telah ditetapkan oleh KLHK untuk mengendalikan perubahan iklim di Indonesia. Sembilan strategi pengendalian iklim tersebut antara lain, transformasi struktural, produktivitas alam dan manusia.
Langkah ini dilakukan KLHK dalam rangka mengatasi kesenjangan dan mewujudkan kesejahteraan dalam hal akses kelola lahan.
“Kita semua harus menjadi bagian dari solusi bersama-sama kita harus mencegah kenaikan suhu Global agar tidak melebihi satu setengah derajat Celcius,” kata Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (Ditjen PHL) KLHK RI, Agus Justianto, di Yogyakarta, Kamis (2/3/2023).
Agus menjelaskan, areal hutan ditata melalui pemanfaatan hutan sosial seluas 12,7 juta hektar, pencadangan kawasan tanah reforma agraria (TORA) 4,1 juta hektar, lalu perizinan korporat dikendalikan dan diproyeksikan akan bertransformasi dari 96 persen menjadi 71-69 persen bagi korporat serta alokasi bagi masyarakat meningkat menjadi sekitar 29 sampai dengan 31 persen.
“Lalu dalam konteks pengelolaan lansekap, moratorium permanen hutan alam primer dan gambut seluas lebih dari 66 juta hektar, restorasi dan perbaikan tata air gambut 3,4 juta hektar, rehabilitasi gas dan mangrove, dan pergeseran paradigma pengelolaan hutan menjadi Forest landscape management dan Multi Usaha kehutanan,” terangnya.
Selanjutnya, pencegahan hilangnya keanekaragaman hayati, perlindungan White Life dan habitatnya melalui konservasi kawasan serta perlindungan keanekaragaman hayati dan penurunan angka deforestasi sampai titik terendah dalam sejarah Indonesia yakni 115 ribu hektar pada tahun 2020 dan lebih menurun lagi pada 2021.
“Kami juga berupaya mengendalikan emisi karbon melalui rencana operasional Indonesia FOLU Net Sink 2030 untuk mengendalikan perubahan iklim yang mengikat. Juga, penguatan kebijakan regulasi dan instrumen kerja bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” urai Agus.
Terkait pengendalian perubahan iklim Indonesia, pihaknya terus berupaya untuk meningkatkan kontribusi secara nasional atau enhanced nationally determined contribution (ENDC) dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan kemampuan sendiri, dan dari 41 persen menjadi 43,20 persen dengan dukungan internasional.
“Selain itu juga membangun ketahanan iklim dengan upaya restorasi seperti melakukan rehabilitasi hutan dan lahan, pengelolaan dan pemulihan lahan gambut dan ekosistem mangrove,” pungkasnya. (riz/fat)