Jakarta (pilar.id) – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, mengungkapkan bahwa selama tiga tahun terakhir, ada peningkatan kejadian banjir rob atau banjir pesisir di Indonesia sebesar 46 persen.
“Sering terjadi peningkatan frekuensi banjir rob dari laut,” ungkap Suharyanto dalam keterangan resminya, Minggu (4/6/2023).
Disampaikan pula, kondisi ini diperburuk dengan kerusakan ekosistem pesisir yang juga terjadi dalam dalam tiga tahun terakhir.
“Jumlah kejadian banjir rob ini meningkat 46 persen dari 35 kejadian pada tahun 2020, menjadi 75 kejadian pada tahun 2022,” ungkapnya.
Dia pun mengingatkan, 99,1 persen kejadian bencana di Indonesia didominasi oleh bencana hidrometeorologi. Dan urbanisasi menjadi akar permasalahan utama dalam bencana hidrometeorologi yang terjadi di Indonesia.
“Urbanisasi memberikan tekanan pada lingkungan di wilayah hilir, baik melalui alih fungsi lahan yang sistematis maupun ilegal, yang mengurangi kapasitas daya serap karbon dan air dari hulu hingga hilir,” tambahnya.
Suharyanto juga menyatakan bahwa urbanisasi dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca melalui pembuangan asap kendaraan, pabrik, dan sumber lainnya, yang berdampak buruk pada kualitas udara.
Selain itu, perubahan penggunaan lahan juga mengakibatkan pengurangan vegetasi yang berfungsi sebagai penyerap karbon alamiah, sehingga meningkatkan risiko banjir dan longsor karena air tidak dapat terserap dengan optimal.
“Perubahan iklim tidak hanya berdampak di wilayah hulu, peningkatan suhu global juga memicu kenaikan permukaan air laut,” tegasnya. (usm/hdl)