Jakarta (pilar.id) – Aplikasi MyPertamina yang sudah dilaksanakan di 11 wilayah sejak awal Juli lalu, dinilai belum efektif dan tidak efisien. Selain menimbulkan kegaduhan, MyPertamina menyebabkan antrian tak terkendali di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
“Banyak aspirasi dari masyarakat yang mengeluhkan aplikasi MyPertamina seperti Peduli Lindungi di masa awal yang sangat tidak stabil,” kata Anggota DPR RI Komisi VI Nevi Zuairina, di Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Nevi juga mendapati aplikasi MyPertamina mendapat banjir kritikan di media sosial yang dibuktikan meluapnya bintang satu pada aplikasi ini. Berbagai kritik tersebut menunjukkan, pada saat ini MyPertamina belum saatnya digunakan.
Menurut Nevi, penggunaan aplikasi melalui smartphone sangat berbahaya. Pada aturan sebelumnya di seluruh SPBU, penggunaan smartphone sangat dilarang karena dapat menimbulkan kebakaran.
“Ini sangat bertolak belakang, ditambah lagi adanya kondisi tidak semua masyarakat dapat menggunakan smartphone,” sambung Nevi.
Politikus PKS ini mendukung langkah PT Pertamina(Persero) dalam menyalurkan produk subsidi agar tidak over kuota. Namun, pemerintah mesti melihat dan menyesuaikan agar kecocokan sistem yang dijalankan dalam penyaluran subsidi ini semakin tidak menimbulkan masalah baru.
Menurutnya, penggunakan aplikasi ini semakin tidak menjamin penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran. Karena, masih banyak masyarakat yang tidak punya smartphone, padahal mereka sangat membutuhkan bantuan.
“Untuk itu, perlu kajian mendalam lagi penggunaan MyPertamina ini dengan mencari alternatif yang aman untuk menyelesaikan persoalan pembatasan BBM bersubsidi agar tidak over kuota,” kata dia.
Sekadar informasi tambahan, dalam ulasan di Google Play MyPertamina memang banyak dipenuhi kritik para penggunanya. Selain mengeluhkan kendala internet, penggunaan aplikasinya sendiri dinilai ruwet.
“Aplikasi lucu. Baru daftar saja bikin tensi naik. Masa bikin PIN sudah saya plototin dan benar, dianggap salah. Malah diarahkan dengan opsi lupa pin. Setelah bisa masuk saya pikir selesai, eh masih ada tahapan registrasi lagi. Sebaiknya aplikasi ini dijadikan opsi saja. Sama seperti opsi mobil banking atau ATM bagi pemilik rekening. Satu lagi. Sistim pembayaran kok tidak terintegrasi ke semua penyelenggara pembayaran? Kayaknya ada monopoli vendor nih,” tulis Setyo WS.
“Suka keluar sendiri dari aplikasi metode loginnya jg agak ribet harus input email dan pin knp ga pke biometrik login aja, ga integrated sama semua metode pembayaran. Walaupun sudah digital mesti di pikirkan dengan kemampuan di daerah. Krna yang butuh subsidi ga semuanya punya HP buat beli apalahi pakai e wallet nya. Jadi opsi cash tetap perlu. Perlu di imbangin dengan tambahan infrastruktur semisal wifi yg super kenceng di semua SPBU tanpa terkecuali. Krna ga semua tempat sinyal nya bagus,” tulis Yusak Ludfi Kriswanoto.(ach/hdl)