Jakarta (pilar.id) – Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan menilai, tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) penjara seumur hidup kepada pemilik PT Duta Palma Surya Darmadi kurang tepat. Sebab, dua dari tiga perusahaan sawit milik Surya telah mengantongi izin hak guna usaha (HGU).
Sedangkan tiga perusahaan lainnya tengah proses penerbitan HGU. Berdasarkan Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menyebut bahwa lahan usaha yang berada di kawasan hutan diberi waktu tiga tahun hingga 2023 untuk mengurus perizinan pelepasan kawasan hutan.
Hinca mengatakan, mengacu pada pelanggaran atas ketentuan tersebut hanya dikenakan sanksi administratif. Karena itu, menurutnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) harus menghormati rezim hukum administratif.
“Pasal 110 A dan B, kok tidak dipakai. Tidak boleh langsung ultimum remedium. Tak dipenuhi (hukum administratif,-red) baru pidana,” ujar Hinca, di Jakarta, Selasa (14/2/2023).
Politikus Partai Demokrat itu menjelaskan Pasal 110 A dan 110 B UU Cipta Kerja lahir untuk menyikapi tumpang tindih perizinan di daerah. “Pasal ini mengoreksi salah satu pasal di UU Kehutanan terkait perkebunan,” kata dia.
Untuk diketahui, terdakwa kasus korupsi lahan sawit PT Duta Palma Surya Darmadi, dituntut penjara seumur hidup. Ia juga didenda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Surya dijerat hukum atas dugaan suap perizinan pelepasan kawasan hutan bersama eks Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rachman di Riau. Dalam tuntutannya, Jaksa menyimpulkan Surya telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4.798.706.951.640 dan 7.885.857.36 dollar AS.
Kemudian, kerugian perekonomian negara sebesar Rp 73.920.690.300.000. Jaksa juga berkesimpulan Surya Darmadi bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Menurut Jaksa, perbuatan Surya Darmadi terbukti melanggar dakwaan primair Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian, Pasal 3 Ayat (1) huruf c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. (ach/hdl)