Jakarta (pilar.id) – Menteri BUMN, Erick Thohir telah menyampaikan bahwa pihaknya optimis bahwa Indonesia bisa jadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia.
Salah satu alasannya, karena Indonesia memiliki pondasi ekonomi nasional yang kuat. Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi untuk menjadi negara maju yang mandiri dalam urusan ketahanan energi.
Kemandirian ketahanan energi ini, menurut Erick Thohir menjadi salah satu faktor penting agar Indonesia bisa jadi negara maju dan tidak tergantung ke negara-negara lain.
Namun, untuk bisa merealisasikan kemandirian ketahanan energi ini, Indonesia perlu memproduksi bahan bakar alternatif selain BBM.
Dimana, ada sejumlah opsi yang bisa dilakukan Indonesia seperti melalui pengembangan baterai kendaraan listrik, peningkatan pemakaian B-35, dan juga produksi etanol.
Dengan pengembangan bahan bakar alternatif tersebut, impor BBM yang saat ini masih dilakukan oleh Indonesia dapat dijaga agar tidak terus meningkat.
Selain itu, BBM akan membantu pengembangan industri petrochemical melalui produk naphta untuk menghasikan defin dan polimer sebagai bahan baku plastik dan tekstil yang bernilai tinggi.
Untuk mendukungan pengembangan baterai kendaraan listrik (EV) sebagai salah satu bahan bakar alternatif, Erick menegaskan BUMN terbuka menerima kolaborasi baik dari rekanan global dan pengusaha swasta dalam negeri.
“Kami membangun IBC yang bekerja sama dengan LG dan CATL yang akan memproduksi baterai listrik dengan kapasitas sebesar ~45 Gwh,” kata Erick.
IBC adalah Indonesia Battery Corporation atau dikenal dengan nama PT Industri Baterai Indonesia (IBI). Ada pun CATL adalah perusahaan baterai kendaraan listrik asal China. Kedua perusahaan telah menyepakati pembentukan usaha patungan.
Untuk produksi biodiesel dan minyak goreng, kata Erick, BUMN membentuk Palm Co yang akan mengkonsolidasi lahan karet yang belum optimal menjadi sawit.
Pengalihan penggunaan lahan ini, nantinya diharapkan mampu memperluas lahan sawit mencapai 600 ribu hektar.
Sehingga, program ini juga akan meningkatkan produksi minyak goreng hingga 2 juta ton per tahun dan biodiesel sebesar 440 ribu ton per tahun.
Selain itu, pemerintah juga berencana mendorong pengembangan 5 juta hektar lahan tebu di mana BUMN juga akan turut berperan.
Dengan pengembangan ekosistem ini, tambah Erick, Indonesia tidak hanya akan meraih swasembada gula, namun juga akan menghasilkan 1.2 juta kiloliter ethanol di tahun 2030.
“Satu juta hektar dari tebu di Indonesia, akan memproduksi sekitar 5.97 juta ton gula (swasembada gula) dan 2.45 juta KL Bioetanol. Ini akan mengurangi biaya impor BBM sekitar $2,78 milyar per tahun,” kata pria asal Lampung itu.
Di samping itu, Indonesia juga telah memulai membangun ekosistem pasar karbon yang dihasilkan dari 120 juta hektare hutan hujan tropis yang bekerja sama dengan Brazil yang memiliki 490 juta hektare hutan tropis.
Untuk itu, baru-baru ini Erick telah bekerja sama dengan OJK dan Bursa Efek Indonesia membangun ekosistem pasar karbon BUMN.
Untuk sertifikasi karbon di BUMN, Erick telah menugaskan IDSurvey. Dibentuk pula piloting-piloting 7 BUMN (Pertamina, PLN, MIND ID, Pupuk Indonesia, Semen Indonesia, Perhutani, PTPN) dengan emisi terbesar untuk berperan dalam voluntary carbon market, dengan potensi carbon credit sebesar 0.9 juta ton CO2. (fat)