Jakarta (pilar.id) – Kualitas kepemimpinan Ganjar Pranowo, yang diusung sebagai bakal Calon Presiden oleh PDI Perjuangan, masih dianggap jauh dibandingkan dengan Presiden Joko Widodo.
Pendapat ini diungkapkan oleh Ekonom Senior Rizal Ramli dalam salah satu diskusi virtual pada hari Minggu (2/7/2023).
Menurutnya, Jokowi layak mendapat penghargaan karena memiliki mimpi besar untuk Indonesia. Meskipun sebagian dari mimpi tersebut berhasil diwujudkan, namun terdapat juga beberapa yang belum tercapai atau terpengaruh oleh kepentingan orang-orang tertentu.
Sementara itu, Ganjar Pranowo, dinilai tidak memiliki visi yang jelas mengenai masa depan Indonesia. Prestasi Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah dianggap belum mampu mengatasi isu kemiskinan di tingkat provinsi. Selain itu, citra Ganjar yang terkesan sebagai petugas partai tidak memberikan kesan sebagai pemimpin yang kuat.
Blusukan di Jakarta
Rizal Ramli kemudian menyoal Ganjar Pranowo saat melakukan blusukan selama dua hari di beberapa lokasi di Jakarta, termasuk membantu pedagang di pasar dengan cara menelepon Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Pratomo.
Publik menjadi bertanya-tanya mengapa gubernur Jawa Tengah mencampuri urusan dapur DKI Jakarta, yang seharusnya menjadi wewenang Presiden. Namun, publik juga penasaran apakah Ganjar, yang menggambarkan dirinya sebagai sosok yang cerdas, melakukan blunder politik tanpa tujuan dan maksud tertentu di mata sebagian publik.
Tokoh Nasional, Rizal Ramli, menyatakan bahwa dirinya tidak tertarik untuk mengomentari calon presiden dalam drama Korea (drakor) yang skenarionya sudah disiapkan. Menurutnya, kecurangan dalam pemilu sudah diantisipasi dan hasilnya dapat ditebak, yaitu tidak akan membawa kemajuan bagi Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kepemimpinan dan visi dari calon tersebut.
“Ini adalah skenario. Di Jawa Tengah saja prestasinya buruk, rakyat semakin miskin di kabupaten-kabupaten, banyak banjir dan kekacauan, namun mengapa ia mencampuri daerah lain?” ujar Rizal Ramli. “Ikut memahami dalam model pemilu drakor ini, yang penting adalah tampil di media, yang terpenting adalah terlihat merakyat,” tambahnya.
Pemilu Drakor
Meskipun dengan blusukan sebagai Gubernur Jawa Tengah, tidak ada protes dari warga setempat bahwa masih banyak masalah yang harus diatasi dan diperbaiki, Rizal Ramli menjelaskan bahwa secara sosiologis, masyarakat Jawa Tengah menerima kesulitan hidup, upah yang rendah, dan tidak ada pekerjaan sebagai nasib yang harus diterima. Mereka tidak menyalahkan pemimpinnya, tetapi menerima keadaan tersebut.
Namun, Rizal menyebutkan bahwa di daerah pantai utara Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan di luar Jawa, situasi seperti itu tidak dapat diterima karena kemiskinan dan kekacauan tersebut adalah hasil dari kualitas kepemimpinan yang mayoritas hanya berdasarkan pencitraan.
“Karena pemilu drakor ini sangat dipengaruhi oleh media, siapa yang terlihat banyak berinteraksi dengan rakyat, meskipun hanya sebatas bersalaman, masuk ke gorong-gorong, bertepuk tangan, berlari-lari. Harus dipahami, itulah kelas masyarakat kita,” jelasnya.
“Oleh karena itu, tugas kita sebagai intelektual dan yang lebih terdidik adalah untuk mendidik masyarakat kita bahwa kita sudah lelah dengan pola kepemimpinan selama 10 tahun yang hanya berbasis pencitraan,” tandas Rizal Ramli. (hdl)