Jakarta (pilar.id) – Harga kacang kedelai impor dalam beberapa pekan terakhir terus meroket. Dari yang semula hanya sekitar Rp8.000 per kilogram, kini harganya mencapai Rp11.240 per kilogram. Kondisi ini membuat para perajin tahu dan tempe menjerit karena sudah tak mampu lagi bertahan dan terancam gulung tikar.
Kenaikan harga kacang kedelai impor ini semakin menambah tekanan ekonomi bagi para perajin tempe dan tahu yang selama ini sudah kesulitan karena pandemi. Sayangnya, alih-alih memberi subsidi guna membantu para pelaku ekonomi kecil ini, pemerintah justru terkesan membiarkan harga kacang kedelai naik tajam alias tutup mata.
Menyikapi kondisi ini bersama seluruh perajin tempe tahu di seluruh Indonesia, para perajin tahu tempe yang tergabung dalam Payuban Dadi Rukun mogok produksi selama 3 hari. Selain mogok produksi, para perajin tempe di wilayah Depok dan sekitarnya ini juga menggelar aksi unjuk rasa dalam bentuk aksi teatrikal.
“Mogok produksi kami lakukan karena para perajin tahu dan tempe sudah tidak bisa jualan karena harga bahan baku naik tajam,” ujar Ketua Umum Paguyuban Dadi Rukun, Rasjani, Senin (21/2/2022).
Para perajin tempe di Depok ini menumpuk drum dan kerei di lapangan di dekat sentra produksi tempe di wilayah Depok. Drum dan kerei merupakan alat produksi pembuatan tempe. Drum biasa dipakai untuk merebus kedelai. Sementara kerei digunakan untuk menyusun tempe.
“Kami sengaja menumpuk drum dan kerei di lapangan sebagai bentuk protes atas kenaikan harga kedelai yang membuat kami tidak bisa produksi,” ujarnya.
Kata Rasjani, para perajin tempe ini meminta pemerintah turun tangan untuk mengendalikan harga kacang kedelai impor. “Pemerintah tak bisa lagi tutup mata dengan nasib mereka. Mereka juga mendesak importir dan distributor kedelai impor tak seenaknya menaikkan harga,” pungkasnya. (her/fat)