Jakarta (pilar.id) – Setelah Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan Harga Eceran Tinggi (HET), Ombudsman RI pun segera bergerak. Lembaga negara yang memiliki sifat independen ini segara melakukan pengamatan di berbagai daerah.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh kantor perwakilan Ombudsman di daerah-daerah, diketahui bahwa stok minyak goreng dari Aceh hingga Papua masih langka. Padahal, pengamatan ini dilakukan empat minggu setlah kebijakan HET dikeluarkan yang juga dibarengi dengan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).
Harga komoditas minyak goreng, khususnya di pasar tradisional, bahkan melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang dipatok Kementerian Perdagangan yakni Rp14 ribu per liter.
Dari laporannya, Ombudsman menemukan bahwa stok sangat terbatas di Aceh. Di pasar tradisional, minyak goreng curah dijual dengan harga Rp15 ribu per liter.
Kondisi di Aceh juga dirasakan oleh masyarakat di Sumatera Barat, di mana di pinggiran Kota Padang, stok minyak goreng di pasar kaget sampai mini market tiris. Stok tersedia pada pagi hari, namun bahan pokok tersebut lenyap saat petang.
Sementara itu di Bali, stok minyak goreng kemasan ditemukan di pasar tradisional. Namun harganya jauh di atas HET, yakni sekitar Rp17 ribu-Rp19 ribu per liter. Sedangkan di toko kelontong, harga minyak goreng mencapai Rp20 ribu per liter.
Selain itu, di Kalimantan Tengah, minyak goreng kemasan premium dengan harga Rp14 ribu di pasar modern nyaris kosong. Stok tersedia di pasar atau toko tradisional, namun harga kemasan menembus Rp22 ribu per liter.
Adapun di Jayapura, distribusi minyak goreng ke pasar modern masih sangat terbatas. Pembelian oleh masyarakat dibatasi maksimal 2 liter per orang.
Inspeksi mendadak
Kondisi tersebut tentu saja terbaca oleh perwakilan Kementerian Perdagangan di berbagai daerah di Indonesia. Untuk itu, Menteri Perdagangan kemudian melakukan inspeksi mendadak (sidak).
Pada hari pertama sidak, Mendag turun langsung ke sejumlah pasar dan produsen minyak goreng di Sulawesi. Di sana, Mendag mengecek ketersediaan dan kestabilan harga minyak goreng.
Dari hasil pantauan tersebut, Mendag mendapati bahwa minyak curah dengan harga terjangkau tersedia, namun minyak paket premium dan paket sederhana mengalami gangguan distribusi.
Selain itu, Mendag juga melakukan sidak ke beberapa produsen minyak goreng dan mendapati adanya minyak goreng yang tidak didistribusikan. Menurut Mendag, pasokan minyak goreng tersebut harus segera didistribusikan, mengingat kondisi kritis ketersediaan minyak goreng di Makassar.
Setidaknya, 300 ton minyak goreng akan dipasok untuk Makassar. Sehingga kebutuhan minyak goreng di Makassar berangsur normal. Hal serupa juga terjadi di Surabaya. Lutfi menemukan beberapa kendala distribusi di lapangan yang menyebabkan harga minyak goreng di Kota Pahlawan masih tinggi.
Seperti yang terjadi di Pasar Tambak Rejo. Menurut pengakuan sejumlah pedagang, minyak goreng di Surabaya masih sangat sulit didapatkan. Bahkan, harga minyak goreng curah di Surabaya jauh lebih mahal dari yang ada di Makassar.
Sanksi
Pada setiap kesempatan, Lutfi selalu menegaskan bahwa pemerintah tak segan menjatuhkan saksi tegas apabila terbukti telah terjadi pelanggaran ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah oleh pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan pribadi.
Salah satunya adalah melakukan penimbunan minyak goreng di gudang-gudang milik produsen minyak.
Anggota Komisi VI DPR, Siti Mukaromah menyoroti aksi Mendag Lutfi. Dia menyampaikan, butuh kerja sama dari seluruh elemen baik itu dari pemerintah, pelaku usaha minyak, masyarakat, para distributor, dan penjual karena semuanya berkesinambungan dan berkaitan.
Siti setuju dan mengapresiasi tindakan Mendag terhadap penerapan sanksi hukum untuk penimbun.
Dengan berbagai upaya untuk melawan kelangkaan pasokan minyak goreng tersebut, pemerintah berharap semua masyarakat dapat menikmati minyak goreng dengan harga murah. (lin/fat/antara)