Sorong (pilar.id) – Kaesang Pangarep, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), memberikan tanggapan terhadap isu bahwa dirinya merupakan produk politik instan.
Saat berbicara di hadapan perwakilan kelompok pemuda dan mahasiswa di Sorong, Papua Barat Daya, Sabtu (25/11/2023), Kaesang mengakui bahwa dirinya bisa dianggap instan karena perjalanan singkatnya dari menjadi anggota PSI langsung menjadi Ketua Umum partai.
Meskipun mengakui sifat instannya, Kaesang menjelaskan bahwa pengalamannya dalam dunia politik sudah dimulai sejak tahun 2005, terutama saat ayahnya, Presiden Joko Widodo, terpilih sebagai Wali Kota Surakarta.
Sementara menanggapi pertanyaan mengenai calon anggota legislatif (caleg) yang diusulkan dengan cepat oleh partai, Kaesang menekankan bahwa poin penting yang dia pelajari dalam berpolitik adalah komunikasi.
Kaesang menyampaikan pengalamannya saat ayahnya menggunakan strategi komunikasi dalam proses relokasi pedagang kaki lima (PKL) dari Banjarsari ke Pasar Klitikan Notoharjo, Surakarta. Pendekatan komunikatif yang melibatkan dialog langsung dengan para pedagang membutuhkan waktu yang cukup lama, tetapi berhasil mencapai mufakat.
“Walaupun itu membutuhkan waktu yang cukup lama,” ungkap Kaesang, “ketika kita ingin sesuatu yang baik untuk semua orang, yang kita lakukan adalah komunikasi.”
Kaesang mengklaim bahwa meskipun terlihat instan, ia telah belajar politik dari ayahnya, yang menjabat sebagai Presiden RI dua periode. Ia menggambarkan dirinya sebagai sedang dalam proses pelatihan di lapangan (on job training).
Dalam konteks PSI, Kaesang menyebut bahwa keputusannya untuk bergabung sebagai kader dan kemudian terpilih sebagai Ketua Umum PSI melalui proses yang cukup panjang. Meskipun dicap sebagai produk politik instan, Kaesang mengaku tidak terlalu mempermasalahkannya dan lebih fokus untuk bekerja memimpin partai.
Kaesang juga menyampaikan perubahan gaya berpolitik di PSI, dengan menekankan pada pendekatan yang lebih santai dan tidak mencari konflik.
“Gaya berpolitik yang santai. Kita tidak perlu mencari musuh, karena 1.000 teman itu kurang, satu musuh itu kebanyakan,” ujar Kaesang. Ia menegaskan pentingnya menjunjung tinggi politik yang santun dan tidak mencela orang lain dalam berpolitik. (hdl)