Jakarta (pilar.id) – Rupiah dinilai sebagai mata uang dengan kinerja terbaik kedua diantara Negara-Negara ASEAN lainnya. Hal ini disampaikan oleh Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (LPEM FEB) Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky.
Dia menjelaskan, rupiah hanya terdepresiasi sebesar 3,4 persen (yeat to date/ytd). Pencapaian ini lebih rendah dari depresiasi di Thailand Bath (3,7 persen) dan Ringgit Malaysia (5,7 persen).
Di sisi lain, periode arus modal keluar dan kebutuhan valuta asing dalam menjaga dukungan pemulihan ekonomi menyebabkan cadangan devisa dalam tren menurun. Jika bulan sebelumnya cadangan devisa Indonesia mencapai USD139,1 miliar di bulan Maret 2020, jadi USD135,7 miliar pada April 2022.
Meski cadangan devisa telah turun sejak September 2021, namun jumlahnya masih cukup untuk menutupi 6,7 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah. Angka ini tetap jauh berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
“Cadangan devisa yang kuat sejalan dengan rupiah yang relatif terjaga. Rupiah yang stabil dan cadangan devisa yang memadai didukung oleh prospek ekonomi domestik yang kuat dan respons kebijakan untuk mendorong pemulihan ekonomi,” kata Riefky kepada Pilar.id, Rabu (25/5/2022).
Selain itu, melonjaknya harga komoditas telah meningkatkan ekspor nasional yang menunjukkan ekspor berkontribusi terhadap masuknya modal asing ke pasar Indonesia di tengah pengetatan moneter.
Adapun, Bank Indonesia (BI) telah mempertahankan suku bunga kebijakan pada level 3,50 persen sejak Februari 2021 guna mendukung pemulihan ekonomi selama periode inflasi yang terkendali dan rupiah yang relatif stabil. Meskipun inflasi umum belakangan telah meningkat pesat, inflasi inti tetap rendah.
Kata dia, inflasi yang relatif terkendali tersebut didukung oleh upaya Pemerintah Indonesia untuk menjaga daya beli masyarakat dengan terus melaksanakan subsidi dan kompensasi energi, serta memperluas anggaran untuk perlindungan sosial.
Sementara, BI masih mempertahankan sikap akomodatif untuk tetap menjaga stabilitas Rupiah di tengah pengetatan moneter oleh beberapa bank sentral untuk melawan tekanan inflasi.
“Mempertimbangkan kondisi ekonomi domestik yang cukup terkendali dan sedikit tekanan eksternal, BI masih memiliki ruang untuk mempertahankan suku bunga kebijakan pada 3,50 persen bulan ini agar tetap dapat mendorong pemulihan ekonomi terlebih dahulu dengan tetap menjaga inflasi dan stabilitas nilai tukar,” kata dia. (her/fat)