Jakarta (pilar.id) – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah mengalami peningkatan tekanan sejalan dengan mata uang regional lainnya. Nilai tukar rupiah pada 22 Juni 2022 terdepresiasi 1,93 persen (ptp) dibandingkan akhir Mei 2022.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, depresiasi tersebut juga sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Hal itu akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara untuk merespons peningkatan tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi dunia.
Sementara itu, pasokan valas domestik tetap terjaga dan persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia tetap positif. “Dengan perkembangan ini, nilai tukar rupiah sampai dengan 22 Juni 2022 terdepresiasi sekitar 4,14 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021,” kata Perry, di Jakarta, Kamis (23/6/2022).
Menurut Perry, depresiasi nilai tukar rupiah relatif lebih baik dibandingkan dengan mata uang sejumlah negara berkembang lainnya. Misalnya seperti India 5,17 persen, Malaysia 5,44 persen, dan Thailand 5,84 persen.
Ke depan, lanjut Perry, BI akan terus mencermati perkembangan pasokan valas dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah. Hal itu sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamental untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makro ekonomi.
“Bank Indonesia terus menempuh berbagai langkah penguatan bauran kebijakan, yaitu dengan memperkuat kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mendukung pengendalian inflasi,” jelasnya.
Untuk diketahui, rupiah sepanjang Kamis (23/6/2022) bergerak di kisaran Rp14.808 per dolar AS hingga Rp14.858 per dolar AS. Nilai tukar ditutup menguat 22 poin atau 0,15 persen ke posisi Rp14.841 per dolar AS dibandingkan pada posisi penutupan perdagangan sebelumnya, Rp14.863 per dolar AS. (ach/fat)