Jakarta (pilar.id) – Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, pemerintah seharusnya sudah menaikkan level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di sejumlah daerah. Bahkan, ketika kasus harian naik di kisaran angka 2.000-5.000 per hari.
Berdasarkan data Satgas Covid-19 per 3 Februari 2022, kasus terkonfirmasi positif Indonesia bertambah 27.197 kasus sehingga total kasus mencapai 4.414.483 kasus. Sedangkan kasus aktif covid-19 di Indonesia mencapai 115.275 kasus.
Kasus sembuh juga bertambah 5.993 sehingga totalnya mencapai 4.154.797 kasus sementara pasien meninggal bertambah 38 orang menjadi total 144.411 sejak pandemi covid-19 melanda Indonesia pada Maret 2020.
“Strateginya harus diubah. Kita berhadapan dengan Omicron, bukan Delta,” kata Miko saat dihubungi Pilar.id, Jumat (4/2/2022).
Menurutnya, pengawasan dalam penyebaran Omicron harus dipantau dengan baik di seluruh wilayah. Kalau tidak, suatu saat masyarakat Indonesia bisa dilahap oleh varian Omicron.
Dia mengibaratkan bahwa menanggulangi wabah sama dengan menanggulangi kebakaran. Kalau sekarang apinya dipadamkan maka akan jauh lebih baik dibandingkan menunggu apinya sudah besar.
“Menurut saya, pemerintah ini kayak merasa sudah hebat. Sebagai orang yang bijak adalah memperhatikan pendapat ahli. Harus dipikirkan pendapat orang lain dalam hal menghadapi pandemi,” kata dia.
Adapun, menurut Miko, virus yang beredar saat ini di masyarakat adalah varian Omicron, bukan Delta. Dia mengasumsikan hal tersebut berdasarkan dari kecepatan penularan yang terjadi di masyarakat.
Menurut dia, kemungkinan besar fasilitas kesehatan tidak akan ambruk karena pemerintah sudah melakukan persiapan. Namun dia khawatir jika seluruh pasien covid-19 meminta dirawat di rumah sakit.
“Penanggulangan kebakaran atau wabah covid-19 bukan pada penambahan fasilitasnya, tapi mitigasinya. Karena kita tidak mungkin menampung semua oran sakit. Apalagi sakit sedikit mau dirawat, bahaya. Kalau semua orang menuntut haknya untuk ada di rumah sakit, itu bahaya, bisa kacau balau,” tegasnya. (her/din)