Jakarta (pilar.id) – Mochamad Praswad Nugraha, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ketua IM57+Institute, meminta Ketua KPK, Firli Bahuri, dan para pimpinan lainnya bertanggung jawab atas kontroversi penetapan tersangka terhadap Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), Marsekal Madya Henri Alfiandi, dan Letkol Afri Budi Cahyanto.
Praswad yang pernah mengenyam pendidikan Sekolah Intelejen Strategis dibawah Badan Intelijen Strategis (BAIS TNI) pada 2007 ini menjelaskan, proses penetapan tersangka tidak dapat dianggap remeh dan dilakukan sembarangan oleh penyelidik atau penyidik. Sebagai gantinya, penetapan tersangka memerlukan persetujuan dari para pimpinan KPK.
“Dalam menjalankan tugasnya, penyelidik KPK bertindak berdasarkan perintah dan atas nama pimpinan KPK. Setelah mengumpulkan dua alat bukti yang cukup, mereka wajib melaporkan hasilnya kepada pimpinan KPK untuk menetapkan status tersangka atau tidak,” jelas Praswad dalam keterangan tertulisnya.
Peraih gelar Master of Law di tahun 2012 ini menegaskan bahwa kewenangan untuk menetapkan tersangka sepenuhnya berada di tangan pimpinan KPK, bukan pada penyelidik atau penyidik KPK.
Tak hanya itu, Praswad juga menyoroti pentingnya tanggung jawab para pimpinan KPK terhadap keseluruhan proses. Ia menekankan bahwa para pimpinan KPK tidak boleh mengabaikan peran mereka dengan menyalahkan penyelidik semata. Sesuai Pasal 39 ayat 2 UU KPK, semua tindakan yang dilakukan oleh tim KPK adalah atas perintah dari pimpinan.
Selain menekankan aspek legal, Praswad juga mempertegas tanggung jawab etis para pimpinan KPK terhadap kontroversi yang muncul. Karena sebagai pihak yang mengendalikan seluruh perkara di KPK, mereka harus menjaga agar tidak ada ketidakcermatan atau kesalahan dalam proses penanganan perkara, yang berpotensi berujung pada penyalahgunaan wewenang.
Sebelumnya, Johanis Tanak, Wakil Ketua KPK, telah menyampaikan permohonan maaf kepada TNI dan Panglima TNI setelah adanya keterlibatan anggota TNI dalam operasi tangkap tangan. Tanak menegaskan bahwa peradilan militer menjadi kewenangan TNI untuk menangani anggotanya yang terlibat dalam kasus tersebut.
Sebagai informasi, Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto saat ini menjadi tersangka dugaan penerima suap. Dalam operasi tangkap tangan (OTT), penyidik KPK berhasil menyita uang tunai senilai Rp 999,7 juta. Selain itu, mereka juga diduga menerima suap senilai Rp 4,1 miliar terkait beberapa pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dan peralatan keselamatan.
Tak hanya itu, selain Henri dan Afri, tiga petinggi perusahaan juga menjadi tersangka sebagai pihak yang memberikan suap. Mereka adalah Komisaris Utama PT MGCS (Multi Grafika Cipta Sejati) Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati) Marilya, dan Direktur Utama PT KAU (Kindah Abadi Utama) Roni Aidil.
Sejak tahun 2021 hingga 2023, KPK telah melakukan penyelidikan dan menduga bahwa total suap yang diterima oleh Henri dan Afri terkait pengadaan barang dan jasa mencapai Rp 88,3 miliar. (hdl)