Jakarta (pilar.id) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat, selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), insan pers banyak mengalami kriminalisasi. Bahkan, sampai masuk ranah gugatan perdata. Pemerintah membuat regulasi terkesan tidak ramah terhadap pers.
Advocat dan Researcher LBH Pers, Ahmad Fathanah mengatakan, regulasi pemerintah yang kerap dijadikan alat untuk mengkriminalisasi pers yakni, UU ITE. “Orang-orang yang tidak paham konteks hukum pers langsung mengatur dengan ranah pidana. Padahal (sengketa pemberitaan) ada mekanisme sendiri,” kata Ahmad, Rabu (9/2/2022).
Penggunaan UU ITE yang kerap digunakan untuk mengkriminalisasi wartawan, kata Ahmad, seakan mengesampingkan UU Pers yang bersifat lex specialis.
Aparat penegak hukum memiliki nota kesepahaman dengan Dewan Pers terkait sengketa pers. Oleh karena itu, untuk menjaga kebebasan pers, pihak-pihak yang memiliki sengketa pers harus mengedepankan UU Pers dalam proses penyelesaian masalahnya.
“Sebenarnya kepolisian punya kewenangan mengajukan pelapor dibawa ke Dewan Pers,” ujarnya.
Kata Ahmad, pemerintahan Jokowi selama ini tidak memberikan perlindungan bagi wartawan. Terlihat di masa pandemi covid-19, pemerintah Jokowi malah berusaha keras untuk mengesahkan UU Omnibuslaw. Padahal, UU tersebut berpotensi merugikan para pekerja termasuk wartawan.
Oleh sebab itu, LBH Pers meminta kepada pemerintahan Jokowi untuk memperhatikan para wartawan di masa pademi ini. Ia berharap, Jokowi dapat membuat suatu kebijakan yang tepat terkait upah bagi wartawan.
“Seharusnya merujuk pada UMP. UMP itu kan upah standar bagi semua sektor jenis pekerjaan atau Jokowi membuat suatu kebijakan khusus terkait upah bagi pekerja pers,” ujarnya.
Kendati demikian, belakangan ini pemerintah kerap melibatkan insan pers di setiap agenda pembangunan nasional. Hal ini, kata Ahmad, menjadi jalan awal untuk menuju kebebasan pers, sehingga indeks demokrasi Indonesia kembali membaik.
“Soal mendahulukan pembangunan infrastruktur dan ekonomi ketimbang menjaga aspek kebebasan sipil termasuk kebebasan pers saya pikir tidak ya. Karena pembangunan itu untuk masyarakat luas juga. Yang bisa kita lihat adalah bagaimana pers dilibatkan dalam pembangunan nasional,” ujarnya. (her/hdl)