Jakarta (pilar.id) – Bersama LBH Pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menggelar aksi di Gedung Mahkamah Agung, Kamis, 25 Agustus 2022.
Unjuk rasa ini digelar untuk mengawal putusan kasasi terhadap penganiayaan yang dialami oleh Nurhadi, jurnalis Tempo di Surabaya.
Lewat aksi unjuk rasa itu, AJI Jakarta dan LBH Pers mendesak Presiden Jokowi dan Menkopolhukam Mahfud, Md melakukan reformasi kepolisian dengan membentuk lembaga pengawas eksternal demi menghindari peristiwa kekerasan terhadap jurnalis dan masyarakat yang dilakukan anggota Polri terus berulang.
AJI Jakarta dan LBH Pers juga mendorong Hakim MA menjatuhkan vonis maksimal bagi kedua terdakwa, mengingat bahwa tindakan para terdakwa sudah cukup menunjukkan adanya upaya perampasan kemerdekaan pers dan pelanggaran hak asasi manusia yang dimiliki oleh jurnalis Nurhadi.
Tuntutan lain yang disampaikan AJI Jakarta dan LBH Pers yakni mendorong agar MA memerintahkan penyidik agar melakukan pemeriksaan terhadap para pelaku lain yang terlibat.
“Kasus Nurhadi bukanlah kasus penganiayaan biasa, kasus ini yang memiliki unsur pelanggaran hak asasi manusia karena pelaku adalah aparat penegak hukum dan korban sendiri adalah pembela hak asasi manusia oleh karenanya penting untuk Mahkamah Agung memberikan sanksi yang seadil-adilnya untuk korban dan jurnalis pada umumnya,” kata Direktur LBH Pers, Ada Wahyudin.
Nurhadi adalah korban penganiayaan saat menjalankan tugas jurnalistiknya di Gedung Samudra Bumimoro, Sabtu, 27 Maret 2021 silam. Saat itu, ia berencana meminta keterangan terkait kasus dugaan suap yang dilakukan oleh bekas Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji yang sedang ditangani KPK.
Di lokasi saat itu sedang berlangsung pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dengan putri Kombes Pol Achmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim.
Dalam laporannya, Nurhadi tak hanya dianiaya oleh para pelaku yang berjumlah sekitar 10 sampai 15 orang. Mereka juga merusak sim card di ponsel milik Nurhadi serta menghapus seluruh data dan dokumen yang tersimpan dalam ponsel.
Setelah penyidikan, ada dua pelaku yang dinyatakan sebagai tersangka. Masing-masing personel Polda Jatim, Brigadir Firman Subkhi dan Bripka Purwanto.
Di PN Surabaya, Firman Subkhi dan Purwanto divonis 10 bulan penjara. Kemudian di pengadilan tingkat banding di PT Jawa Timur, keduanya tetap dinyatakan bersalah, tetapi hukumannya diringankan menjadi 8 bulan penjara. Kini, proses hukumnya dalam tahap kasasi di Mahkamah Agung. (hdl)