Jakarta (pilar.id) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers meminta Dewan Pers mengintervensi terkait penerapan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5/2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat. Sebab, dalam penerapannya dicurigai akan abuse of power.
“Dewan Pers harus memastikan terkait PSE tidak mengganggu kebebasan pers,” kata Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin, di Jakarta, Kamis (21/7/2022).
Dewan Pers, lanjut Ade, bukan hanya sadar PSE dapat mengganggu kebebasan pers ketika baru terjadi kasus sehingga berujung pecabutan akses. Sebagai lembaga independen, Dewan Pers harus menegaskan posisinya mulai saat ini.
Ia berharap, perusahaan pers sebagai salah satu penyelenggara sistem elektronik (PSE) tidak perlu melakukan pendaftaran sebagaimana diamanatkan dalam Permenkominfo Nomor 5/2020 tersebut. LBH Pers mendorong apabila terjadi sengketa pers, cukup diselesaikan dengan mekanisme di Dewan Pers.
“Tapi Permenkominfo nggak ada pengecualian, sehingga untuk saat ini, untuk semuanya, tidak terkecuali,” kata Ade.
Salah satu poin penting yang dianggap tidak presisi adalah terkait media yang dianggap meresahkan dan mengganggu ketertiban umum dapat dilakukan pemutusan akses. Menurut Ade, kata meresahkan masyarakat tersebut sangat multitafsir. Siapa saja, lanjut dia, terutama kementerian/lembaga dapat meminta Kemenkominfo untuk melakukan pencabutan akses ketika menayangkan berita negatif.
“Kalau berkaitan isu agama, bisa Kementerian Agama, lalu kalau berkaitan dengan isu kesehatan, bisa Kementerian Kesehatan yang melaporkan komplain. Jadi langsung kepada kementerian yang jadi otoritasnya, pada eksekutif pemerintah,” kata Ade.
Ade khawatir Permenkominfo Nomor 5/2020 ini sebagai tindakan represif pemerintah. Karena, media yang berbadan hukum dan terverifikasi di Dewan Pers saja sangat rentan. Karena itu, saat ini diperlukan konsolidasi bersama agar ruang digital tidak semakin sempit.
“Lalu bagaimana dengan media alternatif, pers mahasiswa, dan media dalam tanda kutip lebih rentan dari pers pada umumnya, sangat berbahaya lagi,” tandasnya. (ach/hdl)