Jakarta (pilar.id) – Aksi Cepat Tanggap (ACT), sebuah yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan, menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi.
Pernyataan ini disampaikan Presiden ACT Ibnu Khajar dalam konferensi pers yang digelar di kantor ACT, Menara 165, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022), menanggapi pemberitaan di media massa serta percakapan di sosial media.
“Sejak 11 Januari 2022 tercipta kesadaran kolektif untuk memperbaiki kondisi lembaga. Dengan masukan dari seluruh cabang, kami melakukan evaluasi secara mendasar,” ujar Ibnu.
Menghadapi dinamika lembaga serta situasi sosial ekonomi paska pandemi, lanjutnya, sejak Januari 2022, ACT telah melakukan restrukturisasi organisasi. Selain melakukan penggantian Ketua Pembina ACT, dengan 78 cabang di Indonesia, serta tiga representative di Turki, Palestina dan Jepang, ACT juga melakukan banyak perombakan kebijakan internal.
Langkah ini dinilai penting dilakukan, karena untuk mendorong laju pertumbuhan organisasi. Ibnu menegaskan bahwa sejak 11 Januari 2022, sudah dilakukan penataan dan restrukturisasi lembaga. Restrukturisasi termasuk manajemen, fasilitas dan budaya kerja. Pergantian managemen ini merupakan titik balik momentum perbaikan organisasi dengan peningkatan kinerja dan produktifitas.
“SDM kita saat ini juga dalam kondisi terbaik, tetap fokus dalam pemenuhan amanah yang diberikan ke lembaga. Kita juga telah melakukan penurunan jumlah karyawan untuk peningkatan produktifitas. Pada 2021 lalu, jumlah karyawan kita 1688 orang, sementara Juli 2022, telah dikurangi menjadi 1128 orang,” ujar ujar Ibnu.
Ibnu Khajar mengatakan, restrukturisasi yang terjadi juga berupa penyesuaian masa jabatan pengurus menjadi tiga tahun, dan pembina menjadi empat tahun.
Selain itu, sistem kepemimpinan akan diubah menjadi bersifat kolektif kolegial, yakni melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam mengeluarkan kebijakan melalui mekanisme musyawarah untuk mencapai mufakat. Mekanisme ini juga akan diawasi secara ketat oleh Dewan Syariah yang telah dibentuk ACT.
Terkait fasilitas yang didapatkan, Ibnu menegaskan sudah ada penyesuaian sejak restrukturisasi Januari lalu. Seluruh fasilitas kendaraan Dewan Presidium ACT adalah INNOVA. Kendaraan tersebut pun tidak melekat pada pribadi, melainkan juga bisa digunakan untuk keperluan operasional tim ACT.
“Sebelumnya, rata-rata biaya operasional termasuk gaji para pimpinan pada tahun 2017 hingga 2021, adalah 13,7 persen. Rasionalisasi pun kami lakukan untuk sejak Januari 2022 lalu. Insyaallah, target kita adalah dana operasional yang bersumber dari donasi adalah sebesar 0 persen pada 2025. Namun tentu perlu ikhtiar dari masyarakat sehingga bisa melakukan distribusi bantuan sebaik-baiknya,” kata Ibnu.
Untuk diketahui, ACT merupakan lembaga kemanusiaan global yang telah mendapat izin resmi dari Kementerian Sosial RI.
ACT juga memiliki predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) termasuk dalam Opini tata kelola keuangan terbaik yang diberikan oleh auditor Kantor Akuntan Publik (KAP) dari Kementerian Keuangan. Pada tahun 2020, ACT secara total menerima 519 miliar Rupiah dan telah disalurkan ke sekitar 281.000 aksi kemanusiaan. Lewat aksi tersebut, 8,5 juta warga telah menjadi penerima manfaat dalam berbagai program kemanusiaan yang dijalankan ACT.
“Semua permasalahan yang sebelumnya terjadi pada tubuh lembaga, telah diselesaikan sejak Januari 2022 lalu, dan saat ini kami telah berbenah untuk mengoptimalkan penyaluran kedermawanan ke para penerima manfaat,” tegas Ibnu.
Dugaan Dukung Terorisme
Terkait tudingan penggunaan dana untuk kepentingan terorisme, dalam konferensi pers ini, Ibnu Khajar mengatakan jika ACT lebih banyak bekerja sama dengan lembaga pemerintahan untuk program kemanusiaan.
“Dana yang mana? Kami tidak pernah ada bantuan ke teroris. Setiap program, kami undang entitas gubernur, menteri datang. Dan bantuan pangan di Depanabes TNI, kita kerja sama dengan Pangdam Jaya untuk distribusi bantuan dengan bagus,” kata Ibnu Khajar.
Dalam kegiatan kemanusiaan, lanjutnya, ACT tidak membeda-bedakan siapa penerimanya. Menurut Ibnu Khajar, pihaknya memberikan bantuan tidak pernah pandang bulu. Tidak bertanya apakah dia Syiah ataupun ISIS. Yang mereka tahu, ada orang tua yang sakit atau anak-anak terlantar.
Sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana menyatakan dari hasil penelusuran telah ditemukan indikasi aliran dana dari ACT untuk kepentingan pribadi dan dugaan aktivitas terlarang.
“Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang,” kata Ivan.
Terkait dugaan aktivitas terlarang, PPATK telah menyerahkan penanganannya kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Detasemen Khusus 88 Anti Teror. Hasil analisis PPATK telah diserahkan sejak lama.
“Transaksi yang kami proses mengindikasikan demikian (aktivitas terlarang). Sudah kami serahkan hasil analisisnya kepada aparat penegak hukum sejak lama,” ujar Ivan.
Ivan belum menjelaskan secara detil dugaan aliran dana untuk aktivitas terlarang. Namun ia menyebut hasil analisis penelusuran PPATK masih dilakukan pendalaman oleh aparat penegak hukum. (her/hdl)