Jakarta (pilar.id) – Pemerintah telah memblokir beberapa platform hingga game online. Beberapa game online di antaranya adalah Epic Game, Steam, Dota 2, UPlay, Origin (EA), dan Counter Strike.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyayangkan kabar buruk tersebut. Pasalnya, total nilai transaksi industri game secara nasional mencapai Rp25 triliun dengan kontribusi gamers dari Indonesia sebesar 43 persen di Asia Tenggara.
“Ekosistem game juga mencakup pembayaran menggunakan Paypal, sehingga pemblokiran game sekelas Dota dan Steam serta pembayaran Paypal sangat buruk bagi industri game nasional,” kata Bhima, di Jakarta, Senin (1/8/2022).
Menurut Bhima, game adalah pasar bebas. Kualitas permainan dan grafis terlepas dari negara mana game tersebut dibuat menjadi kunci utama. “Jadi di era saat ini, kalau game asing dilarang sementara alternatif game lokalnya belum ada, maka pemain game-nya yang akan berkurang,” sambung dia.
Pemblokiran game asing karena belum mendaftar di sistem pemerintah bisa membuat industri game mundur ke belakang. Selain itu, investasi di sektor game yang digadang-gadang akan masuk sepertinya harus berpikir ulang terhadap kepastian hukum di Indonesia.
Sementara beberapa perjudian online dengan kedok game justru masih bertebaran, yang harusnya di blokir sejak lama oleh pemerintah. “Ini namanya standar ganda, game yang sudah lama ada justru diblokir, sementara game-game yang tidak jelas dibiarkan,” kata Bhima.
Di sisi lain, dalam indeks daya saing Institute for Management Development (IMD) 2022, ranking business legislation Indonesia ada di urutan ke-47 dunia, dan international investment pada urutan ke-38. Artinya terdapat korelasi antara belum jelasnya kepastian hukum membuat daya tarik investasi asing untuk masuk ke Indonesia menjadi rendah.
“Kalau sedikit-sedikit langsung blokir, siapa yang mau menanam miliaran dolar di perusahaan game lokal misalnya? Tentu ini preseden buruk,” kata Bhima. (ach/hdl)