Jakarta (pilar.id) – Pemerintah Indonesia memastikan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) “Tanggung Jawab Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas” sedang dalam tahap penggodokan dan pematangan. Tujuan dari peraturan ini adalah untuk menciptakan ekosistem bisnis media yang lebih sehat dan seimbang antara platform digital dan perusahaan pers atau media.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Usman Kansong, mengatakan bahwa pemerintah melihat ada dominasi platform digital dalam ekosistem bisnis media. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengaturnya untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik.
Rancangan peraturan tersebut dengan nama “Tanggung Jawab Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas” telah diserahkan oleh Menteri Kominfo ke Sekretariat Negara (Setneg), Sekretariat Kabinet (Setkab), dan Presiden untuk ditinjau dan diputuskan.
“Kita berharap Presiden akan menandatanganinya. Tapi tentu setelah melalui kajian dan pembahasan oleh Setneg dan Setkab terlebih dulu,” tambah Usman, Senin (31/7/2023).
Penerbitan Perpres ini menjadi sangat penting karena adanya disrupsi digital yang berdampak pada keberlangsungan media dan perusahaan pers di Indonesia. Saat ini, dominasi platform digital dalam bisnis media telah menyebabkan sekitar 60 hingga 70 persen iklan diperoleh oleh perusahaan digital, sementara perusahaan pers hanya mendapatkan sebagian kecil. Hal ini menciptakan ketimpangan dalam ekosistem media.
“Perpres tersebut akan mengatur mekanisme kerja sama, penyaluran, dan komersialisasi berita antara platform digital dan perusahaan pers,” jelas Usman.
Usman juga meyakini bahwa dengan terbentuknya ekosistem bisnis media yang sehat, maka akan tercipta jurnalisme yang berkualitas. Inilah alasan mengapa peraturan ini dinamakan “Tanggung Jawab Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas”.
Menariknya, Perpres Publisher Rights ini tidak ditujukan kepada para pembuat konten (content creator) atau influencer individu, melainkan hanya untuk konten yang dibuat oleh perusahaan pers atau media.
Platform digital seperti Google, YouTube, TikTok, dan lainnya tetap diperbolehkan menampilkan konten-konten dari content creator atau influencer. Peraturan ini tidak akan membatasi kebebasan dan kreativitas individu dalam membuat konten di dunia digital.
“Pengaturan hanya berlaku untuk konten yang dibuat oleh perusahaan pers. Konten dari content creator atau influencer yang disalurkan oleh platform digital tetap diperbolehkan,” jelas Usman Kansong.
Dalam rancangan Perpres ini, juga mencakup kerja sama bisnis antara platform digital dan perusahaan pers, yang bisa berupa bagi hasil atau lisensi. Sejauh ini, platform digital sering mengambil berita dari perusahaan pers tanpa membayar. Dengan Perpres ini, perusahaan pers akan mendapatkan pengakuan atas hak-haknya.
“Nanti akan ada lisensi terhadap berita yang disalurkan oleh platform digital untuk mengakui hak-hak perusahaan pers. Inilah mengapa disebut Publisher Right, perusahaan pers yang menerbitkan berita akan mendapatkan haknya,” papar Usman.
Peraturan ini juga akan mencakup pembentukan komite yang bertugas mengawasi pelaksanaan peraturan tersebut.
Komite ini akan terdiri dari maksimal 11 orang atau ganjil, dan akan dibentuk oleh Dewan Pers. Komite ini akan bertanggung jawab kepada publik dan terdiri dari tiga unsur, yaitu Dewan Pers, unsur pakar, dan unsur pemerintah dari Kementerian Kominfo. Unsur Dewan Pers dan pakar harus independen dan tidak memiliki afiliasi atau bekerja di perusahaan pers.
“Komite ini akan memastikan pelaksanaan rancangan Perpres, seperti mediasi jika ada ketidaksepakatan dalam kerja sama antara platform digital dan perusahaan pers,” pungkas Direktur Jenderal IKP Kemkominfo. (hdl)